URGENSI PENDIDIKAN INKLUSI (SPECIAL EDUCATION)
Oleh : Widya Susilowati*
(Guru Terapis dan Pegiat peduli autisme
di Tootie Kidz Center Tangerang)
Saat ini pertumbuhan populasi anak berkebutuhan khusus
(children with special need) di Indonesia menunjukan kecenderungan meningkat, baik
dari level yang ringan sampai dengan level yang berat. Masalah ini terjadi pada
semua kalangan masyarakat, baik kalangan kelas sosial kaya maupun kalangan
kelas sosial miskin. Meskipun, tingkat perkembangan tersebut menunjukan trend meningkat namun penanganan secara
holistik, sistematis dan berkesinambungan belum dilakukan dengan baik. Padahal
generasi bangsa tersebut merupakan sebagai karunia Tuhan yang memiliki beragam
potensi dan keunikan serta membutuhkan akan harapan bagi masa masa depannya dan
masa depan bangsa.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang proses pertumbuhan dan perkembangannya mengalami penyimpangan secara bermakna
(significantly) dari kriteria normal
dalam karakteristik: mental-intelektual
(yang gifted maupun yang retarded), sensorik, neuromotor atau fisik, perilaku sosial, emosional, hambatan kemampuan berkomunikasi, kesulitan belajar, berpenyakit kronis dan atau gabungan dari dua atau lebih karakteristik tersebut dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.
Ragam dan bentuk anak berkebutuhan
khusus pun sangat
beragam mulai dari hal ringan sampai pada hal yang berat bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Diantara klasifikasi gangguan pada anak berkebutuhan khusus adalah
tunagrahita (intellectual
disability),
kesulitan belajar (learning
disability),
gangguan perilaku atau gangguan emosi (behavior/emotional
disorders),
gangguan bicara dan bahasa (speech and language disorders), gangguan pendengaran (hearing
impairments),
gangguan komunikasi (communication disorder), gangguan penglihatan (visual
impairments),
kerusakan fisik dan gangguan kesehatan termasuk
epilepsi (physical and other health
impairments),
cacat berat atau cacat ganda (severe and multiple handicaps), lantib dan berbakat (gifted
and talented), anak dengan ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder) dan anak dengan Autistic Spectrum
Disorder. Upaya pengklasifikasian tersebut dilakukan untuk keperluan modifikasi pelayanan pembelajaran dan penganannya secara tepat serta bukan untuk labeling.
Apabila permasalahaan tersebut tidak mendapatkan perhatian dan tidak ditangani
secara serius maka akan berdampak negatif pada aspek psikologis dan sosial pada
individu anak, keluarga dan masyarakat. Dampak bagi individu anak yakni tidak
adanya kemandirian atau ketergantuang anak pada orang lain, terisolasi dalam
komunitas sosialnya dan tidak tergalinya potensi dan bakat yang pada diri anak.
Dampak bagi keluarga selain membutuhkan pembiayaan materi yang besar juga
memiliki beban sosial-psikologis berupa rasa malu dan penolakan terhadap
kondisi anak yang mengalami perkembangan abnormalitas. Sedangkan dampak bagi
masyarakat setidaknya dapat menurunkan kualitas taraf hidup dalam struktur pembangunan
manusia seutuhnya.
Oleh sebab itu, dibutuhkan solusi nyata dan berkelanjutan terhadap
masalah tersebut yaitu pemberdayaan layanan pendidikan. Hal itu sesuai dengan amanat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa: "Setiap orang memiliki hak untuk
pendidikan"
(education
for all).
Pemberian layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus dalam konteks ini
adalah pendidikan khusus (special education)
atau ortopedogik.
Dalam tataran konseptual layanan
pendidikan khusus dimaknai sebagai layanan pendidikan yang memperhatikan
kemampuan, karakteristik dan kebutuhan
dari ketunaan atau gangguan tiap-tiap anak yang bertujuan untuk mengembangkan
potensi dan bakat kemanusiaan yang mereka miliki secara sempurna dan dapat
berkembang secara optimal.
Pemerintah telah menjamin pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) tersebut dalam Undang-Undang, agar
mendapatkan layanan pendidikan layaknya anak normal lain dan memberikan
kesamaan hak dalam memperoleh layanan pendidikan yang layak bagi anak
berkebutuhan khusus. Secara yuridis hal itu dapat dilihat dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 pasal 32 disebutkan bahwa “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa)
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental dan
sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.”
Bentuk layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus dapat berbentuk dalam sekolah normal (reguler) dengan
perlakukan khusus, sekolah luar biasa (khusus
bagi anak yang menyandang handicap), sekolah unggulan (bagi anak gifted), sekolah terpadu (mainstreaming), sekolah inklusif (inclusive school), kelas khusus di sekolah biasa bersama guru PLB (self-contained
class), sekolah luar biasa tanpa asrama (special day school), pusat terapi
terpadu (integrated terapy center), sekolah luar biasa berasrama (residential school).
Pentingnya pemberian layanan pendidikan khusus bagi anak berkebutuahn
khusus (ABK) adalah pertama, manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda (individual
differences), memiliki kapasitas intelektual, sosial, suku, ras dan agama
yang berbeda, sehingga memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik,
dan kebutuhannya. Kedua, potensi dan bakat siswa akan berkembang optimal
dengan adanya layanan pendidikan khusus. Ketiga, siswa anak berkebutuhan
khusus akan terbantu melakukan kemandirian dan adaptasi sosial dalam
komunitasnya. Keempat, meningkatkan kualitas taraf hidup masyarakat
dalam tatanan pembangunan manusia seutuhnya.
Dalam implementasinya layanan pendidikan khusus sudah harus dapat
diakses dan diperoleh bagi semua kalangan masyarakat baik dipedesaan maupun
diperkotaan, baik bagi kalangan kaya maupun bagi kalangan miskin. Selain itu,
setiap sekolah reguler harus berani memberikan ruang dan tempat bagi anak
berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan bersama anak-anak normal, bukan
sebaliknya justru aksesnya tertutup bagi kalangan tertentu dan menjadi ajang
komersialisasi pendidikan.
Menghadapi masalah itu, bagi pemerintah perlu memberikan akses dalam
bentuk penyiapan dan pengembangan sumber daya manusia (guru) yang kompeten
untuk menangani anak berkebutuhan khusus. Upaya itu dapat dilakukan melalui
pemberian tugas belajar pada guru, workshop dan diskusi dengan pihak-pihak
terkait seperti psikolog, terapis, dokter dan komunitas civil society
yang peduli pada permasalahan anak.
Selain daripada upaya tersebut juga dibutuhkan adanya sinergi bersama
antar stakeholders dalam penanganan masalah anak berkebutuhan melalui kegiatan
promotif, rehabilitatif dan edukatif. Kegiatan promotif dilakukan dalam bentuk
kampanye dan penyuluhan pada masyarakat agar memiliki pengetahuan dan pemahaman
tentang anak berkebutuhan khusus serta mampu mengembangkan sikap empati untuk
menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus. Kegiatan rehabilitatif diberikan
pada anak penyandang berkebutuhan khusus agar anak mampu dan dapat tumbuh kembang
secara lebih baik sesuai dengan perkembangan anak pada umumnya. Sedang kegiatan
edukatif dilakukan untuk membantu mengembangkan potensi, minat dan bakat yang
di miliki anak berkebutuhan khusus. Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah
pemberian kasih sayang yang tulus pada anak berkebutuhan khusus dari orang
terdekat seperti orang tua, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Itulah modal
dasar dalam penanganan anak berebutuhan khusus.
Dengan pemberian layanan pendidikan khusus, upaya sistematis dan
sinergi bersama dari semua pihak dan pemberian kasih sayang bagi anak
berkebutuhan khusus, setidaknya dapat memberikan bantuan dan konstribusi untuk
pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus secara lebih baik
serta pengembangan adaptasi sosial dalam diri untuk masa depan secara lebih
mandiri. Upaya itulah sebagai
bentuk artikulasi dari empat pilar pendidikan yang dikeluarkan UNESCO yaitu learning to know, learning
to do, learning to be, learning to live together.!