Selasa, 16 September 2014

Life Story

Hee Ah Lee ~ Kisah Pianis Berjari Empat Yang Inspiratif

Hee Ah Lee Hee Ah Lee ~ Kisah Pianis Berjari Empat Yang Inspiratif

Saat melihat foto di atas, mungkin sebagian dari kita sudah ada yang mengetahui
siapa sosok gadis di foto itu, atau mungkin sebagian dari kita belum mengetahuinya.
Bagi yang belum mengetahuinya, silahkan membaca artikel ini sampai selesai karena
dengan membaca kisah ini kita bisa mendapatkan inspirasi dan bisa lebih
mensyukuri atas kesempurnaan fisik yang telah diberikan Tuhan kepada kita.
Sosok gadis mungil yang luar biasa ini bernama Hee Ah Lee, seorang gadis korea
yang lahir pada 9 Juli 1985, di Pusan Korea Selatan. Setiap ibu pasti menginginkan
naknya lahir dalam kondisi normal, baik kesempurnaan fisik maupun mental.
Namun Tuhan berkata lain, Hee Ah Lee terlahir dengan 4 jari, 2 di tangan kanan
dan 2 di tangan kiri. Selain itu, dia juga terlahir dengan kaki yang cacat,
hanya sampai lutut. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah selain terlahir
dengan kondisi fisik yang cacat, Hee Ah Lee juga memiliki keterbelakangan mental.
Bukan sampai disini saja cobaan yang dihadapi Hee Ah Lee dan ibunya,
karena kondisinya itu dia pun dijauhi oleh keluarga besarnya. Keluarga besar
 yang seharusnya memberikan dukungan penuh akan kehidupan Hee Ah Lee
dan ibunya justru menjauhi mereka. Sedih memang rasanya
diperlakukan seperti itu, ibarat pepatah mengatakan sudah jatuh
tertimpa tangga pula. Bila sebagian orang menyerah dengan keadaan,
tidak begitu dengan ibu Hee Ah Le. Sang ibu tercinta merawat Hee Ah Lee
dengan penuh kasih sayang dan memberinya motivasi untuk terus maju
dan berkembang.

Artikel

Anak autis juga bisa belajar


1. Terapi apa yang paling cocok bagi anak autis?Saat si kecil terdiagnosa mempunyai bakat khusus berupa autisme, rasa kaget pasti ada di pikiran Anda. begitu juga dengan kehidupannya nanti. Bagaimana caranya belajar? Bagaimana nanti dengan perkembangannya? Apa yang sesungguhnya dibutuhkananak autis? Semoga yang di bawah ini dapat membantu menjawab berbagai pertanyaan Anda.
Untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi anak autis pada awalnya perlu dilakukan asesmen atau pemeriksaan menyeluruh terhadap anak itu sendiri. Asesmen itu bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan, tingkat kemampuan yang dimilikinya saat itu, dan mencari tahu apakah terdapat hambatan atau gangguan lain yang menyertai. Biasanya terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengembangkan ketrampilan-keterampilan dasar seperti, ketrampilan berkomunikasi, dalam hal ini keterampilan menggunakan bahasa ekspresif (mengemukakan isi pikiran atau pendapat) dan bahasa reseptif (menyerap dan memahami bahasa). Selain itu, terapi yang diberikan juga membantu anak autis untuk mengembangkan ketrampilan bantu diri atau self-help, ketrampilan berperilaku yang pantas di depan umum, dan lain-lain. Dengan kata lain, terapi untuk anak autis bersifat multiterapi

2. Apa kendala paling sulit pada saat terapi anak autis?
Kendala pada terapi anak autis tergantung pada kemampuan unik yang ia miliki, adaanak autis yang dapat berkomunikasi, ada yang sama sekali tidak. Namun sebagian besar anak autis memiliki keterbatasan atau hambatan dalam berkomunikasi sehingga ini menjadi kendala besar saat terapi. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru dengan baik. Bahkan anak kadang tantrum saat diminta mengerjakan tugas yang diberikan. Terkadang anak autis suka berbicara, mengoceh, atau tertawa sendiri pada waktu belajar.

3. Bagaimana sikap anak autis saat menjalani terapi?
Biasanya anak autis memiliki hambatan atau keterbatasan dalam berkomunikasi. Hal tersebut terlihat dari perilaku mereka yang cenderung tidak melihat wajah orang lain bila diajak berinteraksi, sebagian besar kurang memiliki minat terhadap lingkungan sekitar, dan sebagian cenderung tertarik terhadap benda dibandingkan orang.

4. Apa perubahan yang diharapkan setelah terapi?
Pada akhirnya, anak autis diharapkan dapat memiliki berkomunikasi, yang tadinya cenderung bersifat satu arah menjadi dua arah. Dalam artian ada respon timbal balik saat berkomunikasi atau bahasa awamnya “nyambung”. Kemudian perubahan lain yang juga diharapkan adalah memiliki ketrampilan bantu diri, kemandirian, serta menyatu dan berfungsi dengan baik di lingkungan sekitarnya. Hasil yang menggembirakan tentu sangat diharapkan orang tua anak penderita autis. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.

5. Seberapa cepat perubahan akan terlihat?
Perubahan atau kemajuan yang terjadi tentunya bersifat individual. Hal tersebut tergantung pada hasil asesmen, gaya belajar anak autis, dan intensitas dari terapi atau pendidikan yang diberikan serta kerjasama antara orangtua, pengasuh anak dengan para pendidik, terapis atau ahli kesehatan

6. Bagaimana mengenai pendidikan anak autis?
Perlu diketahui bahwa setiap anak autis memiliki kemampuan serta hambatan yang berbeda-beda. Ada anak autis yang mampu berbaur dengan anak-anak ’normal’ lainnya di dalam kelas reguler dan menghabiskan hanya sedikit waktu berada dalam kelas khusus namun ada pula anak autis yang disarankan untuk selalu berada dalam kelas khusus yang terstruktur untuk dirinya. Anak-anak yang dapat belajar dalam kelas reguler tersebut biasanya mereka memiliki kemampuan berkomunikasi, kognitif dan bantu diri yang memadai. Sedangkan yang masih membutuhkan kelas khusus biasanya anak autis dimasukkan dalam kelas terpadu, yaitu kelas perkenalan dan persiapan bagi anak autis untuk dapat masuk ke sekolah umum biasa dengan kurikulum umum namun tetap dalam tata belajar anak autis, yaitu kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb).

7. Bagaimana metode belajar yang tepat bagi anak autis?
Metode belajar yang tepat bagi anak autis disesuaikan dengan usia anak serta, kemampuan serta hambatan yang dimiliki anak saat belajar, dan gaya belajar ataulearning style masing-masing anak autis. Metode yang digunakan biasanya bersifat kombinasi beberapa metode. Banyak, walaupun tidak semuanya, anak autis yang berespon sangat baik terhadap stimulus visual sehingga metode belajar yang banyak menggunakan stimulus visual diutamakan bagi mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat bantu sebagai media pengajarannya menjadi pilihan. Alat bantu dapat berupa gambar, poster-poster, bola, mainan balok, dll. Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autis didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai guru pembimbing khusus.

8. Pengajar seperti apa yang dibutuhkan bagi anak autis?
Pengajar yang dibutuhkan bagi anak autis adalah orang-orang yang selain memilii kompetensi yang memadai untuk berhadapan dengan anak autis tentunya juga harus memiliki minat atau ketertarikan untuk terlibat dalam kehidupan anak autis, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, dan kecenderungan untuk selalu belajar sesuatu yang baru karena bidang autisma ini adalah bidang baru yang selalu berkembang.

9. Suasana belajar seperti apa yang dibutuhkan anak autis?
Tergantung dengan kemampuan dan gaya belajar masing-masing anak autis. Adaanak autis yang mencapai hasil yang lebih baik bila dibaurkan dengan anak-anak lain, baik itu anak ’normal’ maupun anak-anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Ada anakautis yang lebih baik bila ditempatkan pada suasana belajar yang tenang, tidak banyak gangguan atau stimulus suara, warna, atau hal-hal lain yang berpotensi mengalihkan perhatian.

10. Apa saja yang diajarkan dalam pendidikan anak autis?
Komunikasi (bahasa ekspresif dan reseptif), ketrampilan bantu diri, ketrampilan berperilaku di depan umum, setelah itu dapat diajarkan hal lain yang disesuaikan dengan usia dan kematangan anak serta tingkat inteligensi,.

11. Sampai umur berapa tahun anak autis mendapat pendidikan khusus?
Semua itu sekali lagi tergantung pada kemampuan anak, gaya belajar anak, serta sejauh mana kerjasama antara orangtua atau pengasuh dengan pendidik atau terapis.

12. Umur berapa anak sudah dapat dilepas masuk ke sekolah umum?
Lagi-lagi hal ini tergantung pada kemampuan anak.

13. Berapa besar kemungkinan anak autis berbaur dengan murid lain di sekolahbiasa?
Kemungkinan selalu ada. Akan tetapi semua itu tergantung pada kemampuan anakautis tersebut dan apakah sistem pendidikan atau fasilitas di sekolah ’biasa’ itu mendukung berbaurnya anak autis dengan murid-murid lain dalam kelar reguler

Tips For Parent


Edukasi Seks Cegah Anak Alami Kekerasan Seksual


”Sejak anak mulai menyadari adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan—yaitu pada umur 2-3 tahun, orang tua sudah mulai bisa memberikan pendidikan seks, yang materinya disesuaikan dengan usia dan tingkat pemahaman anak,” kata psikolog  Roslina Verauli M.Psi

Sejak anak masih kecil, menurut Vera, hal utama yang perlu diajari adalah bahwa alat kelaminnya adalah ’barang berharga’ kepunyaannya yang perlu dijaga. Anak perlu diberi pemahaman bahwa alat kelaminnya harus ditutupi dan tidak boleh dipegang oleh siapa pun, kecuali oleh orangtua atau pengasuhnya. Itu pun hanya ketika mandi atau membersihkan diri sehabis buang air, tidak bisa dilakukan kapan saja. 

Menginjak usia praremaja, anak akan mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenis dan merasakan fantasi seksual. Pada saat ini, orang tua sudah perlu memberikan bekal pendidikan seks yang lebih lanjut. ”Tak perlu menunggu sampai anak bertanya tentang ini-itu. Ketika anak memasuki usia praremaja, orang tua sudah mulai bisa menjelaskan tentang seks sebagai cara orang dewasa mengungkapkan kasih sayang. Jelaskan secara santai, misalnya ketika Anda dan anak sedang menonton film yang ada adegan ciumannya,” kata Vera.

Terhadap putranya, Franklin (1), Vera berusaha menanamkan kesadaran untuk mengharga diri sendiri sejak kecil. Dengan begitu, diharapkan putranya itu bisa secara asertif menjaga diri sendiri ketika tumbuh besar nanti. Caranya? ”Saya dan suami tak pernah mengajak Franklin bercanda dengan menjadikan dirinya sebagai objektertawaan. Misalnya, kami tak pernah bercanda dengan memelorotkan celananya, mendorongnya, atau melakukan hal-hal lain yang merendahkan harga dirinya,” kata Vera. 

Satu hal lagi yang tak kalah penting, orang tua harus berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anaknya. ”Posisikan diri kita sebagai sahabat yang bisa diajak bicara tentang apa saja oleh anak-anak. Ini penting supaya anak-anak terbiasa bercerita tentang hal-hal yang dialaminya setiap hari dan tidak menyimpan rahasia dari orangtuanya,” ujar Vera