Kamis, 29 Maret 2007

INGIN ANAK CERDAS? IQ TERNYATA BUKAN SEGALANYA

Bagaimana sih sebetulnya yang dimaksud dengan anak cerdas? Tentu jawabannya beragam. Yang jelas, kecerdasan meliputi banyak aspek, dari bahasa hingga emosi.

Alkisah, ada empat anak yang kesemuanya bernama Rudi. Rudi pertama, hobi membuat kapal-kapalan. Ia juga sangat suka pelajaran matematika. Rudi yang kedua sangat suka olah raga. Rudi yang ketiga, lain lagi. Ia punya hobi bermain dengan gunting. Hampir semua benda yang ada di depannya ia gunting. Sementara Rudi keempat sangat suka bermain masak-masakan. Nah, di antara ke-4 Rudi itu, mana yang paling cerdas? Ternyata, sebagian besar orang menjawab bahwa Rudi nomor satulah yang paling pandai.
Analogi ini disampaikan oleh Dr. Seto Mulyadi, Psi.Msi., psikolog anak yang akrab dipanggil Kak Seto dalam seminar bertema Mencetak Anak Sehat, Cerdas dan Kreatif yang diadakan Tabloid Nakita beberapa waktu lalu, untuk menunjukkan betapa budaya masyarakat kita cenderung masih menganggap anak cerdas adalah anak yang jago matematika atau hitung-hitungan. Padahal, tentu tidak selalu.
Kecerdasan sangat beragam. Ada anak yang cerdas dalam hal berbahasa, ada juga yang jago hitung-hitungan seperti Rudi pertama tadi, ada pula yang jago menggambar, bermain musik, dan sebagainya. "Perkembangan masing-masing anak tidak sama. Bisa jadi, ada anak yang cerdas kata, tapi lamban dalam hal menggambar," ujar Kak Seto.
Lantas, bagaimana cara mengembangkan kecerdasan dan kreativitas anak? Untuk mengukur tingkat kecerdasan anak, bisa dengan melakukan tes IQ. Namun, IQ bukanlah segala-galanya. Kecerdasan anak bisa dioptimalkan melalui beberapa hal, antara lain:


1. Pengembangan bahasa
Yang terpenting, sering-seringlah mengajak berdialog, bahkan saat anak masih bayi. Lalu, jika anak sudah mulai masuk TK, beri ia kesempatan untuk mengemukakan pendapat. "Pancing dengan pertanyaan, apakah ia senang di sekolah, bukan menanyakan dapat nilai berapa," jelasnya.
2. Kemampuan dasar matematika
Dapat dikembangkan dengan mengenalkan konsep matematika sederhana. Misalnya, menghitung jumlah anak tangga atau tinggi dan berat badan anak.
3. Kebutuhan ilmiah
Tak ada salahnya mengajak anak mengamati pertumbuhan kecambah, proses telur yang menetas, memperhatikan pesawat udara tinggal landas, dan sebagainya.
4. Suka mempelajari sesuatu yang baru
Orang tua bisa memberi rangsangan dengan bermain logico. Permainan ini juga bisa memicu interaksi antara anak dan orang tua.
Nah, jika Anda sebagai orang tua bisa memberi dorongan dan motivasi, jangan heran jika anak 'ngotot' menghabiskan waktu berjam-jam bermain dan belajar bersama Anda. Waktu masih kecil, semua pertanyaan Steven Spielberg selalu dilayani oleh orang tuanya. Dan cara ini ternyata berhasil mencetak seorang sutradara film handal.


MASA KEEMASAN
KLIK - DetailOtak bayi berkembang pesat menginjak trimester kedua, dan ini akan berlangsung hingga usia 18 bulan. Setelah itu, perkembangannya akan mulai melandai. Oleh karena itu, usia di bawah 2 tahun biasa disebut sebagai masa keemasan (Golden Age). "Jika pada masa ini bayi kurang mendapat gizi, bisa terjadi gangguan-gangguan yang akan berpengaruh pada aspek kognitifnya," ujar Prof. Dr. Ali Khomsan, Ms., Guru Besar Ilmu Pangan dan Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB, dalam seminar yang sama.
Oleh sebab itu, seorang ibu harus memahami pentingnya gizi bagi anak. Ketika bayi baru lahir, jumlah sel otaknya sudah mencapai 66 persen dan beratnya 27 persen dari berat maksimal. Kemudian, sel-sel otak akan tumbuh sampai 90 persen dari berat maksimal. Jika berat otak dewasa rata-rata 1400 gram, maka di usia 2 tahun, berat otak anak sudah mencapai 1200 gram. "Artinya, usia ini memang masa perkembangan otak yang sangat cepat."
Ali Khomsan menyarankan agar di usia 2 tahun, otak anak diberi stimulus yang bisa memacu pertumbuhannya. "Masukan yang terbaik adalah kolesterol dan asam lemak esensial yaitu Omega 3 dan Omega 6," ujarnya. Ini bisa diperoleh lewat pemberian susu, apalagi sekarang ini hampir setiap produk susu kaleng mengandung Omega-3 dan Omega-6.
Bisa juga dengan memberikan sebutir telur ayam kampung setiap hari. "Ini sudah memadai bagi seorang anak." Sumber ikan laut juga bisa menjadi alternatif pengganti telur ayam kampung. "Sayangnya, orang Indonesia tidak terlalu suka makan ikan laut dan cenderung suka pada ikan air tawar yang kadar Omega 3-nya tidak terlalu tinggi."
Pertumbuhan otak di masa keemasan ini ternyata sangat berpengaruh terhadap perkembangan motorik anak. Untuk mengetahuinya, bisa dilihat dari kemampuan anak disesuaikan dengan tahap perkembangannya. Misalnya, umur 12-18 bulan adalah usia di mana seorang anak mulai berjalan.

SIFAT UNIK
Berbagai cara dapat menjadi masukan yang positif bagi si balita. Hal termudah yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan rangsangan sejak masa kehamilan. Misalnya, dengan memberi sentuhan lembut, dekapan, belaian, atau menyenandungkan lagu. Ini dimaksudkan supaya anak memperoleh suasana kasih yang hangat.
Saat anak menginjak usia balita, mendongeng bisa menjadi salah satu sarana yang cukup ampuh untuk berkomunikasi dengan mereka. Misalnya, dengan membuat boneka dari sapu tangan lalu seolah-olah berbicara dengan boneka tersebut. Dari situ, orang tua menyisipkan pesan pada anak dengan cara yang tidak memaksa. Misalnya, harus mau bangun pagi dan sebagainya.
Selain itu, orang tua harus paham bahwa anak memiliki sifat yang unik. Jadi, anak yang satu pasti tak pernah sama dengan anak lain. Ada yang pandai menyanyi, tapi tidak terampil dalam hal berhitung, ataupun sebaliknya. "Ini karena secara genetik mereka memang sudah berbeda," ujar Kak Seto. Akibatnya, potensi tiap anak pun berlainan. Ini bisa diibaratkan dengan merekahnya bunga yang bermacam-macam warnanya di sebuah taman secara bersama-sama.

SETIAP ANAK BISA KREATIF
Untuk menggali kemampuan anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
- Anak tak sama dengan orang dewasa. Ada batasan-batasan yang membedakan mereka dengan orang dewasa. Agar anak mau belajar, diperlukan kesabaran dan toleransi mendalam. "Jangan segan-segan mengacungkan jempol jika anak dapat melakukan sesuatu atau punya prestasi," lanjutnya.
- Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Dari mulai membaca, menulis sampai berhitung. Misalnya dengan menempel tulisan "kursi" di kursi makan atau alat-alat rumah tangga yang lain. Secara tidak langsung, anak akan belajar tanpa paksaan dari siapa pun.
- Beri keleluasan anak untuk berkembang. "Kalau dulu waktu masih bayi, anak tampak begitu lucu, maka saat berusia 3 tahun, jangan meminta ia lucu seperti sebelumnya." Perilaku anak akan berkembang sesuai fase perkembangan yang dilaluinya.
- Ingat, anak itu suka meniru. Ini adalah hal yang wajar bagi anak-anak. Bahkan, meniru adalah salah satu proses pembentukan tingkah laku anak. Misalnya, anak suka berbohong. "Berarti ada yang perlu dicermati, apakah lingkungan sekitarnya berperilaku seperti itu." Bisa jadi, anak pernah melihat ibunya menyuruh pembantu berbohong pada tamu. Dari situ, anak melihat bahwa berbohong itu boleh, sehingga ia pun meniru. Anak yang gemar membaca juga bisa jadi juga meniru dari orang tuanya yang juga hobi membaca. Oleh karena itu, "Orang tua dan guru seharusnya bisa menjadi teladan yang nyata dan baik bagi anak."
- Setiap anak bisa jadi kreatif. Jangan sedikit-sedikit anak dimarahi. Misalnya, salah memberi warna pada tugas menggambarnya. Intinya, beri anak kesempatan untuk berpikir berbeda. "Saya pernah lihat sebuah TK yang secara berkala membolehkan muridnya menyanyikan lagu yang ia ciptakan sendiri." Jika anak dikondisikan seperti ini, otak kanan yang berfungsi sebagai pusat kreativitas pun akan terus terasah.

KECERDASAN EMOSIONAL ITU PERLU
Ada banyak kecerdasan yang melingkupi anak, dan menurut ahli, saat ini kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ)-lah yang memegang peran penting dalam mencetak anak yang sukses nantinya. Di dalam kecerdasan emosional itu terdapat pula kecerdasan sosial. Di sini anak bisa memahami dan mengerti orang lain. Ia juga bisa bersikap bijaksana atas apa yang ia alami dan hadapi.
Untuk melatih kecerdasan emosional ini, orang tua harus menampilkan suasana damai dengan sikap saling menghargai satu sama lain, tekun, ulet dan banyak memberi senyum. "Kalau anak bertanya, kenapa Mama nggak salat, jangan langsung marah, tapi catatlah dan buat perjanjian untuk juga mencatat apa yang anak lakukan. Misalnya, tanyakan kenapa anak malas makan dan sebagainya." Dengan demikian, suasana demokratis pun mulai tercipta sejak dini.

Untuk mengetahui apakah gizi yang diberikan itu telah memacu tingkat intelegensi anak, ia menjelaskan bahwa orang tua tidak semata-mata langsung tahu dari perilaku anak.

"Kecerdasan seorang anak tidak diketahui sampai ia memperoleh input lain dari lingkungan sekitarnya." Berdasarkan penelitian yang ditemui oleh Ali Khomsan kalau usia keemasan itu terlampaui dalam keadaan kurang gizi, maka IQ yang diukur nanti dan setelah itu ia mengalami perbaikan, perbaikannya ini sudah tidak bermakna untuk memperbaiki IQ yang sudah terlanjur kurang."

Pertumbuhan otak yang di masa keemasan ini ternyata sangat mempengaruhi perkembangan motorik. Untuk mengetahui seberapa jauh otak anak berkembangtingkat intelegansi anak, bisa dilihat dari "Dari aspek kesehatan itu sudah ada tahapan-tahapannya tetapi sebenarnya di sini sudah ada range atau kisaran." Misalkan, kisaran umur untuk anak yang bisa jalan yaitu antar 12-18 bulan. "Jadi kalau terjadi hal tersebut jangan terlalu bingung karena dari aspek kesehatan sudah ada tahapan-tahapannya.
Ia berpendapat bahwa sebenarnya antara perkembangan motorik itu berkaitan dengan aspek kecerdasan. "Misalnya apakah anak yang berumur 1 tahun bisa ngomong itu cerdas, ya belum tentu, belum ada teori yang mengaitkan kalau anak itu bisa jalan dengan cepat, bisa ngomong lebih cepat dibanding yang seusianya itu berarti lebih cerdas dibanding yang lain."


Dikutip:
Majalah nova

FLOOR TIME

Untuk orang tua ISTIMEWA , ini adalah salah satu metode yang dapat membantu anak-anak ISTIMEWA kita

Floor time yang secara harafiah diterjemahkan sebagai 'waktu di lantai' diperkenalkan oleh Stanley I. Greenspan dan Serena Wieder, sebagai pendekatan interaktif yang berlandaskan kekuatan relasi dan struktur keluarga; dan mempergunakan relasi yang sistematik untuk membantu anak melewati tahapanperkembangan emosi

Prinsip utama floor time
adalah mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosinya. Interaksi tersebut diharapkan bermula dari inisiatif anak, anak dianggap sebagai pemimpin dan kita mengikuti minatnya

Tujuan Utama Floor Time
Seperti dijelaskan sebelumnya, 6 tahapan perkembangan emosi harus dilalui seorang anak untuk mencapai kemampuan komunikasi, berpikir dan membentuk konsep diri. Tujuan utama floor time adalah tercapainya keenam hal tersebut, tetapi karena dari keenamnya ada beberapa hal yang secara alamiah saling beririsan, tujuan utama floortime adalah:
1. mendukung tercapainya atensi mutual dan keintiman/ keterlibatan dan mempertahankannya selama mungkin. Saat anak belajar tetap tenang saat mengeksplorasi dunianya, ia juga akan mengembangkan minat terhadap anda sebagai orang terpenting dalam dunianya. Tujuan kita adalah membantu anak tetap terlibat dengan kita dan menikmati kehadiran kita. (1-2)
2. membantu anak belajar membuka dan menutup siklus komunikasi, dimulai dari yang bersifat gestural dan lama kelamaan berkembang menjadi lebih kompleks, mengerti dan mengekspresikan keinginan, harapan, perasaan, dan kemudian komunikasi yang bersifat problem solving. (3-4)
3. mendukung pengekspresian dan p&nggunaan perasaan dan ide-ide baik melalui kata-kata maupun bermain pura-pura. Tujuan kita adalah mengembangkan drama dan bermain pura-pura sebagai sarana (5)
4. membantu anak mengkaitkan ide dan perasaan sehingga mencapai pemahaman tentang dunia yang logis dan saling terkait. la belajar berpikir logis (6)

Strategi Dasar dan Kiat Praktis
  • Cobalah bergabung dengan aktifitas yang dilakukan anak, sesederhana apapun aktifitas yang dimulainya. Hal ini lebih baik daripada mencoba memperkenalkan ide-ide baru kita dan memotong/menghentikan minatnya.
    Namun bila anak tidak memulai, baru kita melontarkan ide aktifitas yang sesuai dengan tingkatan dan minatnya.
  • Sedapat mungkin libatkan dalam aktifitas harian, oleh dan bersama siapapun anggota keluarga, jangan biarkan ia terlalu lama sendirian dan terserap dalam dunianya.
  • Ciptakan lingkungan yang merangsang dan memancing anak lebih eksploratif, letakkan mainan-mainan dan benda-benda yang menarik di mana-mana, ajaklah anak mengeksplorasinya bersama.
  • Berilah 'masalah', sesuatu yang tidak seperti biasanya, tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan rutinitasnya. Misalnya beri rintangan bila ia ingin mengambil sesuatu, sengaja memberikan mainan atau makanan yang salah/tidak sesuai keinginannya, perkenalkan sesuatu yang baru, beri 'kejutan' di sela-sela rutinitasnya.
  • Anggaplah semua tingkah laku anak bertujuan dan bermakna. Berikan respon yang beragam untuk memberikan makna baru seolah-olah ia memang melakukan hal tersebut. Misalnya ia membuang/melempar mainan, tangkaplah dengan ekspresif seolah-olah ia memang mengajak anda bermain lempar-tangkap.
  • Bantulah apa yang anak ingin lakukan, tidak sepenuhnya, tetapi buatlah menjadi aktifitas bersama dimana anak tetap terlibat. Berilah contoh bagaimana melakukannya, tetapi biarkan anak mencoba menirukannya sendiri. Jadilah lebih 'gestural' (atraktif dalam bahasa tubuh) dan lebih interaktif, tetapi kurang koperatif (menuruti dengan segera).
  • Berikan perhatian dan respon p.ada apapun yang dimulai atau ditirukan oleh anak.
    Bergabunglah dalam permainan 'perseveratif-nya, tetapi buatlah menjadi lebih bermakna, lebih bervariasi dan lebih interaktif. Bila interaksi sudah lebih baik, cobalah sedikit-sedikit mengubahnya. Misalnya anak berlari bolakbalik, halangi jalannya dan tangkap serta peluklah ia, sehingga terjadi interaksi. Tidak perlu melarang anak melakukan 'tingkah laku stereotipik'-nya.
  • Jangan menganggap kata 'tidak' yang diucapkannya, atau penghindarannya sebagai penolakan. Bila anak mengabaikan, cobalah untuk 'mengganggunya' secara main-main (play full).
  • Berusahalah untuk lebih ekspresif, baik dalam mimik wajah, intonasi suara maupun bahasa tubuh. Terutama untuk memberikan penekanan emosi terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan.
  • Berusaha menarik perhatian anak dengan ucapan-ucapan pendek seperti "oh-oh", "wah", "aduh".
  • Bahasakan semua kegiatan anak dan kegiatan kita, semua hal yang sedang diperhatikan dan dilihatnya. Pergunakan kata-kata pendek dan berikan jeda supaya memberinya kesempatan bereaksi bila ia mau, sekaligus memberi kesempatan kita mengamati reaksi anak.
  • Sedapat mungkin posisikan diri di hadapan anak, mata sejajar dan 'carilah' tatapan matanya, tanpa memaksa anak menatap mata kita. Kontak mata bisa dipancing dengan selalu memegang sesuatu yang diminatinya (makanan, mainan, benda lain) di antara mata kita dan matanya, memanfaatkan cermin, memanggil namanya atau menutupkan selendang tipis di atas kepalanya dan kepala kita sekaligus.
  • Lakukan permainan sensori-motor seperti menggelitik, melempar, mengayun, bergulat, dll untuk memancing reaksi, tetapi ingatlah karakteristik SI anak yang sangat spesifik. Misalnya jangan gelitiki anak yang sangat sensitif terhadap rangsang raba, atau ayunkan anak yang sangat sensitif terhadap rangsang vestibular. Bermain ciluk ba, kucing-kucingan dan permainan interaktif lain.
  • Pergunakan mainan yang bersifat sensorik seperti bunyi-bunyian, bulu-bulu, baling-baling, cahaya, dll Juga mainan yang memperkenalkan 'sebabakibat' misalnya bila dipencet bergetar, bila ditiup berputar.
  • Menyanyilah sambil mendudukkan anak di pangkuan secara berhadapan, berhentilah di tengah-tengah lagu supaya memancing anak bereaksi dan meminta kita meneruskan, atau siapa tahu ia akan melanjutkan nyanyian kita.
  • Lakukan apapun untuk memperpanjang interaksi; berpura-pura bodoh, pura pura salah, menginterupsi aktifitasnya. Jangan berikan segera/terlalu cepat apa yang diinginkannya, walaupun anda sudah tahu, pancinglah terjadinya 'negosiasi' yang menyenangkan/bermain-main, jangan sampai anak menjadi benar-benar marah atau kesal.
  • Jangan mengalihkan subjek ataupun memutus interaksi yang dimulai dan sedang berlangsung.
    Pastikan kita maupun anak memberikan respon yang sesuai dengan cara menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi).
  • Selalu beritahu arah dan tujuan kegiatan, ingatlah bahwa mereka masih sulit memprediksi apa yang akan terjadi dan cenderung tidak nyaman dalam suasana yang tidak pasti.
    Buka pintu menuju permainan pura-pura/simbolik, dengan memulai dari pengalaman nyata sehari-hari. Beresponlah terhadap keinginan nyatanya dengan aksi pura-pura.
    Konsisten dan konsekuenlah, terutama dengan 'peraturan', 'negosiasi' dan hadiah/hukuman.
  • Cobalah untuk menerima kemarahan, protes dan kekesalan anak. Jangan menghindari/ mengalihkan atau membiarkan anak mengganti subjek untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan. Biarkan ia mengekspresikan rasa marah/kesalnya, tetapi tunjukkan sikap mengerti dan berikan stimulasi SI yang paling sesuai untuk menenangkannya. Setelah. reda coba 'bahas' situasi itu sedapat mungkin dengan cara yang bisa dimengertinya.
  • Bantulah anak menghadapi kecemasannya (perpisahan, kekecewaan, agresi, ketakutan, kehilangan, dll) dengan menggunakan stimulasi SI, bahasa tubuh, intonasi lembut dan penyelesaian masalah.
  • Bila ia sudah sampai pada pemahaman bermain pura-pura, gunakan bermain pura-pura untuk bereksperimen dengan kemarahan, agresi, ketakutannya sehingga ia bisa belajar mencari jalan keluar yang lebih efektif, proporsional dan bisa diterima.
Daftar Pustaka:
Stanley I Greenspan dan Serena Wieder (1998): The Child with Special Needs,Cambridge, Massachusetts, Perseus Publishing.

FLOOR TIME

Untuk orang tua ISTIMEWA , ini adalah salah satu metode yang dapat membantu anak-anak ISTIMEWA kita

Floor time yang secara harafiah diterjemahkan sebagai 'waktu di lantai' diperkenalkan oleh Stanley I. Greenspan dan Serena Wieder, sebagai pendekatan interaktif yang berlandaskan kekuatan relasi dan struktur keluarga; dan mempergunakan relasi yang sistematik untuk membantu anak melewati tahapanperkembangan emosi
Prinsip utama floor time
adalah mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosinya. Interaksi tersebut diharapkan bermula dari inisiatif anak, anak dianggap sebagai pemimpin dan kita mengikuti minatnya
Tujuan Utama Floor Time
Seperti dijelaskan sebelumnya, 6 tahapan perkembangan emosi harus dilalui seorang anak untuk mencapai kemampuan komunikasi, berpikir dan membentuk konsep diri. Tujuan utama floor time adalah tercapainya keenam hal tersebut, tetapi karena dari keenamnya ada beberapa hal yang secara alamiah saling beririsan, tujuan utama floortime adalah:
1. mendukung tercapainya atensi mutual dan keintiman/ keterlibatan dan mempertahankannya selama mungkin. Saat anak belajar tetap tenang saat mengeksplorasi dunianya, ia juga akan mengembangkan minat terhadap anda sebagai orang terpenting dalam dunianya. Tujuan kita adalah membantu anak tetap terlibat dengan kita dan menikmati kehadiran kita. (1-2)
2. membantu anak belajar membuka dan menutup siklus komunikasi, dimulai dari yang bersifat gestural dan lama kelamaan berkembang menjadi lebih kompleks, mengerti dan mengekspresikan keinginan, harapan, perasaan, dan kemudian komunikasi yang bersifat problem solving. (3-4)
3. mendukung pengekspresian dan p&nggunaan perasaan dan ide-ide baik melalui kata-kata maupun bermain pura-pura. Tujuan kita adalah mengembangkan drama dan bermain pura-pura sebagai sarana (5)
4. membantu anak mengkaitkan ide dan perasaan sehingga mencapai pemahaman tentang dunia yang logis dan saling terkait. la belajar berpikir logis (6)
Strategi Dasar dan Kiat Praktis
  • Cobalah bergabung dengan aktifitas yang dilakukan anak, sesederhana apapun aktifitas yang dimulainya. Hal ini lebih baik daripada mencoba memperkenalkan ide-ide baru kita dan memotong/menghentikan minatnya.
    Namun bila anak tidak memulai, baru kita melontarkan ide aktifitas yang sesuai dengan tingkatan dan minatnya.
  • Sedapat mungkin libatkan dalam aktifitas harian, oleh dan bersama siapapun anggota keluarga, jangan biarkan ia terlalu lama sendirian dan terserap dalam dunianya.
  • Ciptakan lingkungan yang merangsang dan memancing anak lebih eksploratif, letakkan mainan-mainan dan benda-benda yang menarik di mana-mana, ajaklah anak mengeksplorasinya bersama.
  • Berilah 'masalah', sesuatu yang tidak seperti biasanya, tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan rutinitasnya. Misalnya beri rintangan bila ia ingin mengambil sesuatu, sengaja memberikan mainan atau makanan yang salah/tidak sesuai keinginannya, perkenalkan sesuatu yang baru, beri 'kejutan' di sela-sela rutinitasnya.
  • Anggaplah semua tingkah laku anak bertujuan dan bermakna. Berikan respon yang beragam untuk memberikan makna baru seolah-olah ia memang melakukan hal tersebut. Misalnya ia membuang/melempar mainan, tangkaplah dengan ekspresif seolah-olah ia memang mengajak anda bermain lempar-tangkap.
  • Bantulah apa yang anak ingin lakukan, tidak sepenuhnya, tetapi buatlah menjadi aktifitas bersama dimana anak tetap terlibat. Berilah contoh bagaimana melakukannya, tetapi biarkan anak mencoba menirukannya sendiri. Jadilah lebih 'gestural' (atraktif dalam bahasa tubuh) dan lebih interaktif, tetapi kurang koperatif (menuruti dengan segera).
  • Berikan perhatian dan respon p.ada apapun yang dimulai atau ditirukan oleh anak.
    Bergabunglah dalam permainan 'perseveratif-nya, tetapi buatlah menjadi lebih bermakna, lebih bervariasi dan lebih interaktif. Bila interaksi sudah lebih baik, cobalah sedikit-sedikit mengubahnya. Misalnya anak berlari bolakbalik, halangi jalannya dan tangkap serta peluklah ia, sehingga terjadi interaksi. Tidak perlu melarang anak melakukan 'tingkah laku stereotipik'-nya.
  • Jangan menganggap kata 'tidak' yang diucapkannya, atau penghindarannya sebagai penolakan. Bila anak mengabaikan, cobalah untuk 'mengganggunya' secara main-main (play full).
  • Berusahalah untuk lebih ekspresif, baik dalam mimik wajah, intonasi suara maupun bahasa tubuh. Terutama untuk memberikan penekanan emosi terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan.
  • Berusaha menarik perhatian anak dengan ucapan-ucapan pendek seperti "oh-oh", "wah", "aduh".
  • Bahasakan semua kegiatan anak dan kegiatan kita, semua hal yang sedang diperhatikan dan dilihatnya. Pergunakan kata-kata pendek dan berikan jeda supaya memberinya kesempatan bereaksi bila ia mau, sekaligus memberi kesempatan kita mengamati reaksi anak.
  • Sedapat mungkin posisikan diri di hadapan anak, mata sejajar dan 'carilah' tatapan matanya, tanpa memaksa anak menatap mata kita. Kontak mata bisa dipancing dengan selalu memegang sesuatu yang diminatinya (makanan, mainan, benda lain) di antara mata kita dan matanya, memanfaatkan cermin, memanggil namanya atau menutupkan selendang tipis di atas kepalanya dan kepala kita sekaligus.
  • Lakukan permainan sensori-motor seperti menggelitik, melempar, mengayun, bergulat, dll untuk memancing reaksi, tetapi ingatlah karakteristik SI anak yang sangat spesifik. Misalnya jangan gelitiki anak yang sangat sensitif terhadap rangsang raba, atau ayunkan anak yang sangat sensitif terhadap rangsang vestibular. Bermain ciluk ba, kucing-kucingan dan permainan interaktif lain.
  • Pergunakan mainan yang bersifat sensorik seperti bunyi-bunyian, bulu-bulu, baling-baling, cahaya, dll Juga mainan yang memperkenalkan 'sebabakibat' misalnya bila dipencet bergetar, bila ditiup berputar.
  • Menyanyilah sambil mendudukkan anak di pangkuan secara berhadapan, berhentilah di tengah-tengah lagu supaya memancing anak bereaksi dan meminta kita meneruskan, atau siapa tahu ia akan melanjutkan nyanyian kita.
  • Lakukan apapun untuk memperpanjang interaksi; berpura-pura bodoh, pura pura salah, menginterupsi aktifitasnya. Jangan berikan segera/terlalu cepat apa yang diinginkannya, walaupun anda sudah tahu, pancinglah terjadinya 'negosiasi' yang menyenangkan/bermain-main, jangan sampai anak menjadi benar-benar marah atau kesal.
  • Jangan mengalihkan subjek ataupun memutus interaksi yang dimulai dan sedang berlangsung.
    Pastikan kita maupun anak memberikan respon yang sesuai dengan cara menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi).
  • Selalu beritahu arah dan tujuan kegiatan, ingatlah bahwa mereka masih sulit memprediksi apa yang akan terjadi dan cenderung tidak nyaman dalam suasana yang tidak pasti.
    Buka pintu menuju permainan pura-pura/simbolik, dengan memulai dari pengalaman nyata sehari-hari. Beresponlah terhadap keinginan nyatanya dengan aksi pura-pura.
    Konsisten dan konsekuenlah, terutama dengan 'peraturan', 'negosiasi' dan hadiah/hukuman.
  • Cobalah untuk menerima kemarahan, protes dan kekesalan anak. Jangan menghindari/ mengalihkan atau membiarkan anak mengganti subjek untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan. Biarkan ia mengekspresikan rasa marah/kesalnya, tetapi tunjukkan sikap mengerti dan berikan stimulasi SI yang paling sesuai untuk menenangkannya. Setelah. reda coba 'bahas' situasi itu sedapat mungkin dengan cara yang bisa dimengertinya.
  • Bantulah anak menghadapi kecemasannya (perpisahan, kekecewaan, agresi, ketakutan, kehilangan, dll) dengan menggunakan stimulasi SI, bahasa tubuh, intonasi lembut dan penyelesaian masalah.
  • Bila ia sudah sampai pada pemahaman bermain pura-pura, gunakan bermain pura-pura untuk bereksperimen dengan kemarahan, agresi, ketakutannya sehingga ia bisa belajar mencari jalan keluar yang lebih efektif, proporsional dan bisa diterima.
Daftar Pustaka:
Stanley I Greenspan dan Serena Wieder (1998): The Child with Special Needs,Cambridge, Massachusetts, Perseus Publishing.

SENSORI INTEGRASI

Istilah Sensori Integrasi (SI) diterbitkan kepada publik pertama kali tahun 1966 oleh Jean Ayres Phd OTR tentang intervensi metode SI dan peran OT dalam metode tersebut.
Ayres mengembangkan teori SI untuk menjelaskan masalah penginterpretasian sensasi dari tubuh dan lingkungan serta kesulitan pada aktifitas akademik dan motor learning dalam memenuhi tuntutan lingkungan yang mempengaruhi manusia untuk melakukan occupation.

Sensori Integrasi adalah......

Setiap detik, menit dan jam tak terhitung berapa banyak informasi sensori yang masuk kedalam tubuh manusia. Tidak hanya dari telinga dan mata, tapi dari seluruh bagian tubuh. Sensori tersebut memberikan
informasi tentang kondisi fisik tubuh dan lingkungan di sekitar.

Otak berperan sebagai polisi lalu lintas yang mengatur jalur informasi yang masuk dan mengaturnya dengan cara yang tepat. Otak juga menggunakan informasi tersebut untuk menentukan respon terhadap perubahan lingkungan.

Saat seorang anak duduk diatas ayunan, ia akan tahu keberadaan posisi tubuhnya saat duduk, jika terlalu maju kedepan ia akan berhenti sebentar untuk membetulkan posisi duduknya. Jika ayunan bergerak terlalu cepat ia akan mengurangi kecepatan ayunannya dan jika dirasa kurang ia akan menggunakan kakinya untuk mengayunkan badannya dibantu dengan kemampuan dirinya menjaga postur tubuh terhadap perubahan kecepatan tersebut.

Dalam hal ini informasi sensori sebagai "makanan bagi otak" yang menyediakan energi dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengarahkan tubuh (body)dan pikiran (mind). Tanpa kemampuan prosesing yang cukup untuk mengorganize sensori semua hal tersebut tidak dapat dicerna sebagai makanan bagi otak.

Saat sedang mengupas suatu buah dengan jari, mata merasakan sedikit perih saat kulitnya terbuka dan hidung mencium aroma yang khas dan kulit dan persendian tangan merasakan sesuatu yang empuk-berair dari dalam buah itu, dan saat mulut memakannya ada rasa manis-manis asam. Bagaimana anda dapat mengetahui jika buah tersebut adalah jeruk??? Dan apa yang membuat jari dan 10 tangan bekerja bersamaan???. Semua informasi sensori dari jeruk dan sensasi yang tubuh rasakan semuanya terpadu (terintegrasi) dalam satu tempat di otak. Dengan pengintegrasian ini memungkinkan otak untuk mendefinisikan buah tersebut adalah jeruk.

Sensori integrasi termulai saat janin berada dalam kandungan, yang merasakan gerakan sang ibu dan pada saatnya ia akan bergerak didalam janin. Pada seorang bayi jika mendapat sentuhan di area sekitar bibir dan mulut ia akan menggerakan kepalanya kearah sumber sentuhan yang akhirnya ia menyusu pada sang ibu, saat ia menangis suara merdu sang ibu serta ayunan ringan saat dalam pelukan membuatnya dapat tenang kembali. Apa yang menyebabkan proses tersebut terjadi???

Respon terhadap perubahan (respon adaptif) lingkungan memiliki tujuan dan terarah terhadap pengalaman sensori yang terjadi. Masa kanak-kanak adalah masa untuk bermain dan belajar, keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Dengan itu akan tertantang untuk mengeksplorasi
lingkungan dan menguasai kemampuan tertentu yang didapatnya dari lingkungan. Pada saat yang sama juga otak terus berkembang dan mengatur dirinya.

Saat kebutuhan akan pengintegrasian sensori berjalan sejajar dengan tuntutan lingkungan. Seorang anak dapat merespon secara efisien, kreatif dan memuaskan pada saat-saat menyenangkan dalam bermain. Kata "menyenangkan" adalah kata kunci dalam sensori integrasi, yang memiliki andil besar saat bermain.

Manusia cenderung menikmati sesuatu hal yang menciptakan perkembangan pada otak. Sesuatu yang natural jika sang anak mencari informasi sensori yang membantu otak untuk berkembang. Merupakan suatu alasan mengapa anak senang diangkat keatas, berayun, dipeluk, memanjat, berlari, melompat. Mereka bergerak karena merupakan kebutuhan akan makanan bagi otaknya.

Masalah Sensori Integrasi

Arti kata "masalah" dapat diartikan juga kurang berfungsi. Yang artinya otak memiliki kesulitan untuk melakukan fungsinya secara efisien sebagai mestinya. Kata "sensori" berarti terjadi inefisiensi kemampuan otak dalam memproses informasi dari sistem sensori. Yang menyebabkan kesulitan bagi sang individu untuk mengetahui keberadaan dirinya dan hubungannya dengan lingkungan.

Seperti kota yang memiliki sarana dan prasarana fasilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Jika salah satu bagian memiliki masalah akan mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Saat terjadi fenomena alam gempa bumi semua fasilitas yang menunjang kelangsungan hidup masyarakat dan merusak tatanan yang selama ini dibangun.

Dengan permasalahan SI, anak mengalami kesulitan untuk menguasai kemampuan tertentu, yang menghambatnya untuk bereksplorasi, kreatif dan mengorganize dirinya saat berada di lingkungan.

Perilaku defensive membuat anak merasa sangat berhati-hati untuk menerima informasi sensori. Dunia seakan menakutkan, karena kesulitan untuk dapat memproses semua sensori yang diterima tubuhnya. Mekanisme protektif lebih dominan dibandingkan mekanisme diskriminatif.

Suatu hal yang lumrah jika tubuh bereaksi terhadap sesuatu pengalaman sensori yang asing atau dianggap membahayakan bagi dirinya (mekanisme protektif). Saat sedang menyetir mobil dimalam hari akan menjadi saat-saat yang menegangkan jika seseorang menggedor-gedor kaca pintu. Rasa takut dan kebingungan membuat panik dan bingung harus berbuat apa. Selang beberapa lama perlahan tubuh mulai mampu bereaksi untuk mengenali sosok orang yang menggedor kaca tersebut dan perlahan mengenali suaranya (mekanisme diskriminatif). Ternyata adalah suami/istri anda yang mengatakan dompet anda tertinggal di meja makan. :-))

Seiring dengan proses perkembangan kedua mekanisme tersebut berjalan secara selaras. memudahkan tubuh untuk merespon dan otak untuk mengatur jalannya pemrosesan sensori, sehingga anak dapat terus belajar dan mengembangkan dirinya.

Perilaku mencari stimulasi sensori tertentu membuat anak kesulitan untuk melakukan proses belajar karena kesibukannya mendapatkan informasi sensori sebagai "makanan otak" namun tidak seimbang
porsinya.

Okupasi Terapi dengan melakukan metode Sensori Integrasi membantu untuk menjelaskan permasalahan untuk melakukan aktifitas yang berhubungan dengan permasalahan sensori yang dimunculkan dengan
melihat juga aset dan limitasi yang dimiliki. Sehingga terformulasikan strategi penanganan yang sesuai dengan keunikan anak sebagai suatu individu.


dikutip

www.putrakembara.com