Kamis, 29 Maret 2007

FLOOR TIME

Untuk orang tua ISTIMEWA , ini adalah salah satu metode yang dapat membantu anak-anak ISTIMEWA kita

Floor time yang secara harafiah diterjemahkan sebagai 'waktu di lantai' diperkenalkan oleh Stanley I. Greenspan dan Serena Wieder, sebagai pendekatan interaktif yang berlandaskan kekuatan relasi dan struktur keluarga; dan mempergunakan relasi yang sistematik untuk membantu anak melewati tahapanperkembangan emosi

Prinsip utama floor time
adalah mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosinya. Interaksi tersebut diharapkan bermula dari inisiatif anak, anak dianggap sebagai pemimpin dan kita mengikuti minatnya

Tujuan Utama Floor Time
Seperti dijelaskan sebelumnya, 6 tahapan perkembangan emosi harus dilalui seorang anak untuk mencapai kemampuan komunikasi, berpikir dan membentuk konsep diri. Tujuan utama floor time adalah tercapainya keenam hal tersebut, tetapi karena dari keenamnya ada beberapa hal yang secara alamiah saling beririsan, tujuan utama floortime adalah:
1. mendukung tercapainya atensi mutual dan keintiman/ keterlibatan dan mempertahankannya selama mungkin. Saat anak belajar tetap tenang saat mengeksplorasi dunianya, ia juga akan mengembangkan minat terhadap anda sebagai orang terpenting dalam dunianya. Tujuan kita adalah membantu anak tetap terlibat dengan kita dan menikmati kehadiran kita. (1-2)
2. membantu anak belajar membuka dan menutup siklus komunikasi, dimulai dari yang bersifat gestural dan lama kelamaan berkembang menjadi lebih kompleks, mengerti dan mengekspresikan keinginan, harapan, perasaan, dan kemudian komunikasi yang bersifat problem solving. (3-4)
3. mendukung pengekspresian dan p&nggunaan perasaan dan ide-ide baik melalui kata-kata maupun bermain pura-pura. Tujuan kita adalah mengembangkan drama dan bermain pura-pura sebagai sarana (5)
4. membantu anak mengkaitkan ide dan perasaan sehingga mencapai pemahaman tentang dunia yang logis dan saling terkait. la belajar berpikir logis (6)

Strategi Dasar dan Kiat Praktis
  • Cobalah bergabung dengan aktifitas yang dilakukan anak, sesederhana apapun aktifitas yang dimulainya. Hal ini lebih baik daripada mencoba memperkenalkan ide-ide baru kita dan memotong/menghentikan minatnya.
    Namun bila anak tidak memulai, baru kita melontarkan ide aktifitas yang sesuai dengan tingkatan dan minatnya.
  • Sedapat mungkin libatkan dalam aktifitas harian, oleh dan bersama siapapun anggota keluarga, jangan biarkan ia terlalu lama sendirian dan terserap dalam dunianya.
  • Ciptakan lingkungan yang merangsang dan memancing anak lebih eksploratif, letakkan mainan-mainan dan benda-benda yang menarik di mana-mana, ajaklah anak mengeksplorasinya bersama.
  • Berilah 'masalah', sesuatu yang tidak seperti biasanya, tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan rutinitasnya. Misalnya beri rintangan bila ia ingin mengambil sesuatu, sengaja memberikan mainan atau makanan yang salah/tidak sesuai keinginannya, perkenalkan sesuatu yang baru, beri 'kejutan' di sela-sela rutinitasnya.
  • Anggaplah semua tingkah laku anak bertujuan dan bermakna. Berikan respon yang beragam untuk memberikan makna baru seolah-olah ia memang melakukan hal tersebut. Misalnya ia membuang/melempar mainan, tangkaplah dengan ekspresif seolah-olah ia memang mengajak anda bermain lempar-tangkap.
  • Bantulah apa yang anak ingin lakukan, tidak sepenuhnya, tetapi buatlah menjadi aktifitas bersama dimana anak tetap terlibat. Berilah contoh bagaimana melakukannya, tetapi biarkan anak mencoba menirukannya sendiri. Jadilah lebih 'gestural' (atraktif dalam bahasa tubuh) dan lebih interaktif, tetapi kurang koperatif (menuruti dengan segera).
  • Berikan perhatian dan respon p.ada apapun yang dimulai atau ditirukan oleh anak.
    Bergabunglah dalam permainan 'perseveratif-nya, tetapi buatlah menjadi lebih bermakna, lebih bervariasi dan lebih interaktif. Bila interaksi sudah lebih baik, cobalah sedikit-sedikit mengubahnya. Misalnya anak berlari bolakbalik, halangi jalannya dan tangkap serta peluklah ia, sehingga terjadi interaksi. Tidak perlu melarang anak melakukan 'tingkah laku stereotipik'-nya.
  • Jangan menganggap kata 'tidak' yang diucapkannya, atau penghindarannya sebagai penolakan. Bila anak mengabaikan, cobalah untuk 'mengganggunya' secara main-main (play full).
  • Berusahalah untuk lebih ekspresif, baik dalam mimik wajah, intonasi suara maupun bahasa tubuh. Terutama untuk memberikan penekanan emosi terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan.
  • Berusaha menarik perhatian anak dengan ucapan-ucapan pendek seperti "oh-oh", "wah", "aduh".
  • Bahasakan semua kegiatan anak dan kegiatan kita, semua hal yang sedang diperhatikan dan dilihatnya. Pergunakan kata-kata pendek dan berikan jeda supaya memberinya kesempatan bereaksi bila ia mau, sekaligus memberi kesempatan kita mengamati reaksi anak.
  • Sedapat mungkin posisikan diri di hadapan anak, mata sejajar dan 'carilah' tatapan matanya, tanpa memaksa anak menatap mata kita. Kontak mata bisa dipancing dengan selalu memegang sesuatu yang diminatinya (makanan, mainan, benda lain) di antara mata kita dan matanya, memanfaatkan cermin, memanggil namanya atau menutupkan selendang tipis di atas kepalanya dan kepala kita sekaligus.
  • Lakukan permainan sensori-motor seperti menggelitik, melempar, mengayun, bergulat, dll untuk memancing reaksi, tetapi ingatlah karakteristik SI anak yang sangat spesifik. Misalnya jangan gelitiki anak yang sangat sensitif terhadap rangsang raba, atau ayunkan anak yang sangat sensitif terhadap rangsang vestibular. Bermain ciluk ba, kucing-kucingan dan permainan interaktif lain.
  • Pergunakan mainan yang bersifat sensorik seperti bunyi-bunyian, bulu-bulu, baling-baling, cahaya, dll Juga mainan yang memperkenalkan 'sebabakibat' misalnya bila dipencet bergetar, bila ditiup berputar.
  • Menyanyilah sambil mendudukkan anak di pangkuan secara berhadapan, berhentilah di tengah-tengah lagu supaya memancing anak bereaksi dan meminta kita meneruskan, atau siapa tahu ia akan melanjutkan nyanyian kita.
  • Lakukan apapun untuk memperpanjang interaksi; berpura-pura bodoh, pura pura salah, menginterupsi aktifitasnya. Jangan berikan segera/terlalu cepat apa yang diinginkannya, walaupun anda sudah tahu, pancinglah terjadinya 'negosiasi' yang menyenangkan/bermain-main, jangan sampai anak menjadi benar-benar marah atau kesal.
  • Jangan mengalihkan subjek ataupun memutus interaksi yang dimulai dan sedang berlangsung.
    Pastikan kita maupun anak memberikan respon yang sesuai dengan cara menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi).
  • Selalu beritahu arah dan tujuan kegiatan, ingatlah bahwa mereka masih sulit memprediksi apa yang akan terjadi dan cenderung tidak nyaman dalam suasana yang tidak pasti.
    Buka pintu menuju permainan pura-pura/simbolik, dengan memulai dari pengalaman nyata sehari-hari. Beresponlah terhadap keinginan nyatanya dengan aksi pura-pura.
    Konsisten dan konsekuenlah, terutama dengan 'peraturan', 'negosiasi' dan hadiah/hukuman.
  • Cobalah untuk menerima kemarahan, protes dan kekesalan anak. Jangan menghindari/ mengalihkan atau membiarkan anak mengganti subjek untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan. Biarkan ia mengekspresikan rasa marah/kesalnya, tetapi tunjukkan sikap mengerti dan berikan stimulasi SI yang paling sesuai untuk menenangkannya. Setelah. reda coba 'bahas' situasi itu sedapat mungkin dengan cara yang bisa dimengertinya.
  • Bantulah anak menghadapi kecemasannya (perpisahan, kekecewaan, agresi, ketakutan, kehilangan, dll) dengan menggunakan stimulasi SI, bahasa tubuh, intonasi lembut dan penyelesaian masalah.
  • Bila ia sudah sampai pada pemahaman bermain pura-pura, gunakan bermain pura-pura untuk bereksperimen dengan kemarahan, agresi, ketakutannya sehingga ia bisa belajar mencari jalan keluar yang lebih efektif, proporsional dan bisa diterima.
Daftar Pustaka:
Stanley I Greenspan dan Serena Wieder (1998): The Child with Special Needs,Cambridge, Massachusetts, Perseus Publishing.

Tidak ada komentar: