Rabu, 26 Desember 2007




Lihat Kartu Ucapan Lainnya
(KapanLagi.com)

INFO AUTISME

INFORMASI MENGENAI AUTISME DAN PENDIDIKANNYA

PERISTILAHAN

  • Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, prilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
  • Autist = autis : Anak yang mengalami ganguan autisme.
  • Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.

APA AUTISME ITU?

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.

  • American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association 2000)
  • Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial (Mardiyatmi ‘ 2000).
  • Gangguan autisme terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
  • Autisme dapat terjadi pada anak, tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan.
  • Privalensi Autisme diperkirakan 1 per 150 kelahiran. Menurut penelitian di RSCM selama tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru Autisme sebanyak 103 kasus. Dari privalensi tersebut diperkirakan anak laki-laki autistik lebih banyak dibanding perempuan (4:1).

APA TANDA-TANDA ANAK AUTISTIK?

Anak autistik menunjukkan gangguan–gangguan dalam aspek-aspek berikut ini: (sering dapat diamati sehari-hari)

Bagaimana Anak Austistik berkomunikasi?

  • Sebagian tidak berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
  • Tidak mampu mengekpresikan perasaan maupun keinginan
  • Sukar memahami kata-kata bahasa orang lain dan sebaliknya kata-kata/bahasa mereka sukar dipahami maknanya..
  • Berbicara sangat lambat, monoton, atau tidak berbicara sama sekali.
  • Kadang-kadang mengeluarkan suara-suara aneh.
  • Berbicara tetapi bukan untuk berkomunikasi.
  • Suka bergumam.
  • Dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tanpa memahami arti dan konteksnya.
  • Perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering tidak tampak.
  • Komunikasi terkadang dilakukan dengan cara menarik-narik tangan orang lain untuk menyampaikan keinginannya.

Bagaimana anak austistik bergaul?

  • Tidak ada kontak mata
  • Menyembunyikan wajah
  • Menghindar bertemu dengan orang lain
  • Menundukkan kepala
  • Membuang muka
  • Hanya mau bersama dengan ibu/keluarganya
  • Acuh tak acuh, interaksi satu arah.
  • Kurang tanggap isyarat sosial.
  • Lebih suka menyendiri.
  • Tidak tertarik untuk bersama teman.
  • Tidak tanggap / empati terhadap reaksi orang lain atas perbuatan sendiri.

Bagaimana anak autistik membawakan diri ?

  • Menarik diri
  • Seolah-olah tidak mendengar (acuk tak acuh/tambeng)
  • Dapat melakukan perintah tanpa respon bicara
  • Asik berbaring atau bermain sendiri selama berjam-jam.
  • Lebih senang menyendiri. .
  • Hidup dalam alam khayal (bengong)
  • Konsentrasi kosong
  • Menggigit-gigit benda
  • Menyakiti diri sendiri
  • Sering tidak diduga-duga memukul teman.
  • Menyenangi hanya satu/terbatas jenis benda mainan
  • Sering menangis/tertawa tanpa alasan
  • Bermasalah tidur/tertawa di malam hari
  • Memukul-mukul benda (meja, kursi)
  • Melakukan sesuatu berulang-ulang (menggerak-gerakkan tangan, mengangguk-angguk dsb).
  • Kurang tertarik pada perubahan dari rutinitas

Bagaimana kepekaan sensori integratifnya anak autistik ?

  • Sangat sensitif terhadap sentuhan ,seperti tidak suka dipeluk.
  • Sensitif terhadap suara-suara tertentu
  • Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
  • Sangat sensitif atau sebaliknya, tidak sensitif terhadap rasa sakit.

Bagaimana Pola Bermain autistik anak?

  • Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
  • Kurang/tidak kreatif dan imajinatif
  • Tidak bermain sesuai fungsi mainan
  • Menyenangi benda-benda berputar, sperti kipas angin roda sepeda, dan lain-lain.
  • Sering terpaku pada benda-benda tertentu

Bagaimana keadaan emosi anak autistik ?

  • Sering marah tanpa alasan.
  • Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum )bila keinginan tidak dipenuhi.
  • Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak atau menangis tanpa alasan
  • Kadang-kadang menyerang orang lain tanpa diduga-duga.

Bagaimana kondisi kognitif anak autisti?

Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 – 80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental, sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk bidang-bidang tertentu.

  • Sebagian kecil mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan denga obyek visual (gambar)
  • Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.

APA PENYEBAB AUTISME?

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:

1. Menurut Teori Psikososial

Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.

2. Teori Biologis

  1. Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
  2. Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
  3. Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
  4. Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.

3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambanga batu bara, dlsb.

4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.

II. APA YANG PERLU KITA LAKUKAN TERHADAP ANAK AUTISTIK USIA DINI?

Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:

  1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
  2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
  3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
  4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
  5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme.
  6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
  7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna
  8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
  9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
  10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.

III. Ada Beberapa Pendekatan Pembelajaran Anak Autistik Antara Lain

  • Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
  • Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
  • Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
  • TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.

IV. BAGAIMANA MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN

Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:

1. Kelas transisi

Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.

2. Program Pendidikan Inklusi

Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:

  1. Guru terkait telah siap menerima anak autistik
  2. Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
  3. Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
  4. Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
  5. Dan lain-lain yang dianggap perlu.

3. Pragram Pendidikan Terpadu

Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.

4. Sekolah Khusus Autis

Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.

5. Program Sekolah di Rumah

Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.

6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis.

Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
(1) Pengenalan diri
(2) Sensori motor dan persepsi
(3) Motorik kasar dan halus
(4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
(5) Bina diri, kemampuan sosial
(6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.

Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.

www.ditplb.or.id



INFO AUTISME

INFORMASI MENGENAI AUTISME DAN PENDIDIKANNYA

PERISTILAHAN

  • Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, prilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
  • Autist = autis : Anak yang mengalami ganguan autisme.
  • Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.

APA AUTISME ITU?

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.

  • American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association 2000)
  • Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial (Mardiyatmi ‘ 2000).
  • Gangguan autisme terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
  • Autisme dapat terjadi pada anak, tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan.
  • Privalensi Autisme diperkirakan 1 per 150 kelahiran. Menurut penelitian di RSCM selama tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru Autisme sebanyak 103 kasus. Dari privalensi tersebut diperkirakan anak laki-laki autistik lebih banyak dibanding perempuan (4:1).

APA TANDA-TANDA ANAK AUTISTIK?

Anak autistik menunjukkan gangguan–gangguan dalam aspek-aspek berikut ini: (sering dapat diamati sehari-hari)

Bagaimana Anak Austistik berkomunikasi?

  • Sebagian tidak berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
  • Tidak mampu mengekpresikan perasaan maupun keinginan
  • Sukar memahami kata-kata bahasa orang lain dan sebaliknya kata-kata/bahasa mereka sukar dipahami maknanya..
  • Berbicara sangat lambat, monoton, atau tidak berbicara sama sekali.
  • Kadang-kadang mengeluarkan suara-suara aneh.
  • Berbicara tetapi bukan untuk berkomunikasi.
  • Suka bergumam.
  • Dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tanpa memahami arti dan konteksnya.
  • Perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering tidak tampak.
  • Komunikasi terkadang dilakukan dengan cara menarik-narik tangan orang lain untuk menyampaikan keinginannya.

Bagaimana anak austistik bergaul?

  • Tidak ada kontak mata
  • Menyembunyikan wajah
  • Menghindar bertemu dengan orang lain
  • Menundukkan kepala
  • Membuang muka
  • Hanya mau bersama dengan ibu/keluarganya
  • Acuh tak acuh, interaksi satu arah.
  • Kurang tanggap isyarat sosial.
  • Lebih suka menyendiri.
  • Tidak tertarik untuk bersama teman.
  • Tidak tanggap / empati terhadap reaksi orang lain atas perbuatan sendiri.

Bagaimana anak autistik membawakan diri ?

  • Menarik diri
  • Seolah-olah tidak mendengar (acuk tak acuh/tambeng)
  • Dapat melakukan perintah tanpa respon bicara
  • Asik berbaring atau bermain sendiri selama berjam-jam.
  • Lebih senang menyendiri. .
  • Hidup dalam alam khayal (bengong)
  • Konsentrasi kosong
  • Menggigit-gigit benda
  • Menyakiti diri sendiri
  • Sering tidak diduga-duga memukul teman.
  • Menyenangi hanya satu/terbatas jenis benda mainan
  • Sering menangis/tertawa tanpa alasan
  • Bermasalah tidur/tertawa di malam hari
  • Memukul-mukul benda (meja, kursi)
  • Melakukan sesuatu berulang-ulang (menggerak-gerakkan tangan, mengangguk-angguk dsb).
  • Kurang tertarik pada perubahan dari rutinitas

Bagaimana kepekaan sensori integratifnya anak autistik ?

  • Sangat sensitif terhadap sentuhan ,seperti tidak suka dipeluk.
  • Sensitif terhadap suara-suara tertentu
  • Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
  • Sangat sensitif atau sebaliknya, tidak sensitif terhadap rasa sakit.

Bagaimana Pola Bermain autistik anak?

  • Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
  • Kurang/tidak kreatif dan imajinatif
  • Tidak bermain sesuai fungsi mainan
  • Menyenangi benda-benda berputar, sperti kipas angin roda sepeda, dan lain-lain.
  • Sering terpaku pada benda-benda tertentu

Bagaimana keadaan emosi anak autistik ?

  • Sering marah tanpa alasan.
  • Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum )bila keinginan tidak dipenuhi.
  • Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak atau menangis tanpa alasan
  • Kadang-kadang menyerang orang lain tanpa diduga-duga.

Bagaimana kondisi kognitif anak autisti?

Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 – 80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental, sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk bidang-bidang tertentu.

  • Sebagian kecil mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan denga obyek visual (gambar)
  • Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.

APA PENYEBAB AUTISME?

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:

1. Menurut Teori Psikososial

Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.

2. Teori Biologis

  1. Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
  2. Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
  3. Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
  4. Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.

3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambanga batu bara, dlsb.

4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.

II. APA YANG PERLU KITA LAKUKAN TERHADAP ANAK AUTISTIK USIA DINI?

Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:

  1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
  2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
  3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
  4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
  5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme.
  6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
  7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna
  8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
  9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
  10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.

III. Ada Beberapa Pendekatan Pembelajaran Anak Autistik Antara Lain

  • Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
  • Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
  • Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
  • TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.

IV. BAGAIMANA MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN

Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:

1. Kelas transisi

Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.

2. Program Pendidikan Inklusi

Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:

  1. Guru terkait telah siap menerima anak autistik
  2. Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
  3. Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
  4. Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
  5. Dan lain-lain yang dianggap perlu.

3. Pragram Pendidikan Terpadu

Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.

4. Sekolah Khusus Autis

Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.

5. Program Sekolah di Rumah

Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.

6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis.

Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
(1) Pengenalan diri
(2) Sensori motor dan persepsi
(3) Motorik kasar dan halus
(4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
(5) Bina diri, kemampuan sosial
(6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.

Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.

www.ditplb.or.id



Rabu, 11 April 2007

SENSORI INTEGRASI

Istilah Sensori Integrasi (SI) diterbitkan kepada publik pertama kali tahun 1966 oleh Jean Ayres Phd OTR tentang intervensi metode SI dan peran OT dalam metode tersebut.
Ayres mengembangkan teori SI untuk menjelaskan masalah penginterpretasian sensasi dari tubuh dan lingkungan serta kesulitan pada aktifitas akademik dan motor learning dalam memenuhi tuntutan lingkungan yang mempengaruhi manusia untuk melakukan occupation.

Sensori Integrasi adalah......

Setiap detik, menit dan jam tak terhitung berapa banyak informasi sensori yang masuk kedalam tubuh manusia. Tidak hanya dari telinga dan mata, tapi dari seluruh bagian tubuh. Sensori tersebut memberikan
informasi tentang kondisi fisik tubuh dan lingkungan di sekitar.

Otak berperan sebagai polisi lalu lintas yang mengatur jalur informasi yang masuk dan mengaturnya dengan cara yang tepat. Otak juga menggunakan informasi tersebut untuk menentukan respon terhadap perubahan lingkungan.

Saat seorang anak duduk diatas ayunan, ia akan tahu keberadaan posisi tubuhnya saat duduk, jika terlalu maju kedepan ia akan berhenti sebentar untuk membetulkan posisi duduknya. Jika ayunan bergerak terlalu cepat ia akan mengurangi kecepatan ayunannya dan jika dirasa kurang ia akan menggunakan kakinya untuk mengayunkan badannya dibantu dengan kemampuan dirinya menjaga postur tubuh terhadap perubahan kecepatan tersebut.

Dalam hal ini informasi sensori sebagai "makanan bagi otak" yang menyediakan energi dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengarahkan tubuh (body)dan pikiran (mind). Tanpa kemampuan prosesing yang cukup untuk mengorganize sensori semua hal tersebut tidak dapat dicerna sebagai makanan bagi otak.

Saat sedang mengupas suatu buah dengan jari, mata merasakan sedikit perih saat kulitnya terbuka dan hidung mencium aroma yang khas dan kulit dan persendian tangan merasakan sesuatu yang empuk-berair dari dalam buah itu, dan saat mulut memakannya ada rasa manis-manis asam. Bagaimana anda dapat mengetahui jika buah tersebut adalah jeruk??? Dan apa yang membuat jari dan 10 tangan bekerja bersamaan???. Semua informasi sensori dari jeruk dan sensasi yang tubuh rasakan semuanya terpadu (terintegrasi) dalam satu tempat di otak. Dengan pengintegrasian ini memungkinkan otak untuk mendefinisikan buah tersebut adalah jeruk.

Sensori integrasi termulai saat janin berada dalam kandungan, yang merasakan gerakan sang ibu dan pada saatnya ia akan bergerak didalam janin. Pada seorang bayi jika mendapat sentuhan di area sekitar bibir dan mulut ia akan menggerakan kepalanya kearah sumber sentuhan yang akhirnya ia menyusu pada sang ibu, saat ia menangis suara merdu sang ibu serta ayunan ringan saat dalam pelukan membuatnya dapat tenang kembali. Apa yang menyebabkan proses tersebut terjadi???

Respon terhadap perubahan (respon adaptif) lingkungan memiliki tujuan dan terarah terhadap pengalaman sensori yang terjadi. Masa kanak-kanak adalah masa untuk bermain dan belajar, keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Dengan itu akan tertantang untuk mengeksplorasi
lingkungan dan menguasai kemampuan tertentu yang didapatnya dari lingkungan. Pada saat yang sama juga otak terus berkembang dan mengatur dirinya.

Saat kebutuhan akan pengintegrasian sensori berjalan sejajar dengan tuntutan lingkungan. Seorang anak dapat merespon secara efisien, kreatif dan memuaskan pada saat-saat menyenangkan dalam bermain. Kata "menyenangkan" adalah kata kunci dalam sensori integrasi, yang memiliki andil besar saat bermain.

Manusia cenderung menikmati sesuatu hal yang menciptakan perkembangan pada otak. Sesuatu yang natural jika sang anak mencari informasi sensori yang membantu otak untuk berkembang. Merupakan suatu alasan mengapa anak senang diangkat keatas, berayun, dipeluk, memanjat, berlari, melompat. Mereka bergerak karena merupakan kebutuhan akan makanan bagi otaknya.

Masalah Sensori Integrasi

Arti kata "masalah" dapat diartikan juga kurang berfungsi. Yang artinya otak memiliki kesulitan untuk melakukan fungsinya secara efisien sebagai mestinya. Kata "sensori" berarti terjadi inefisiensi kemampuan otak dalam memproses informasi dari sistem sensori. Yang menyebabkan kesulitan bagi sang individu untuk mengetahui keberadaan dirinya dan hubungannya dengan lingkungan.

Seperti kota yang memiliki sarana dan prasarana fasilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Jika salah satu bagian memiliki masalah akan mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Saat terjadi fenomena alam gempa bumi semua fasilitas yang menunjang kelangsungan hidup masyarakat dan merusak tatanan yang selama ini dibangun.

Dengan permasalahan SI, anak mengalami kesulitan untuk menguasai kemampuan tertentu, yang menghambatnya untuk bereksplorasi, kreatif dan mengorganize dirinya saat berada di lingkungan.

Perilaku defensive membuat anak merasa sangat berhati-hati untuk menerima informasi sensori. Dunia seakan menakutkan, karena kesulitan untuk dapat memproses semua sensori yang diterima tubuhnya. Mekanisme protektif lebih dominan dibandingkan mekanisme diskriminatif.

Suatu hal yang lumrah jika tubuh bereaksi terhadap sesuatu pengalaman sensori yang asing atau dianggap membahayakan bagi dirinya (mekanisme protektif). Saat sedang menyetir mobil dimalam hari akan menjadi saat-saat yang menegangkan jika seseorang menggedor-gedor kaca pintu. Rasa takut dan kebingungan membuat panik dan bingung harus berbuat apa. Selang beberapa lama perlahan tubuh mulai mampu bereaksi untuk mengenali sosok orang yang menggedor kaca tersebut dan perlahan mengenali suaranya (mekanisme diskriminatif). Ternyata adalah suami/istri anda yang mengatakan dompet anda tertinggal di meja makan. :-))

Seiring dengan proses perkembangan kedua mekanisme tersebut berjalan secara selaras. memudahkan tubuh untuk merespon dan otak untuk mengatur jalannya pemrosesan sensori, sehingga anak dapat terus belajar dan mengembangkan dirinya.

Perilaku mencari stimulasi sensori tertentu membuat anak kesulitan untuk melakukan proses belajar karena kesibukannya mendapatkan informasi sensori sebagai "makanan otak" namun tidak seimbang
porsinya.

Okupasi Terapi dengan melakukan metode Sensori Integrasi membantu untuk menjelaskan permasalahan untuk melakukan aktifitas yang berhubungan dengan permasalahan sensori yang dimunculkan dengan
melihat juga aset dan limitasi yang dimiliki. Sehingga terformulasikan strategi penanganan yang sesuai dengan keunikan anak sebagai suatu individu.


dikutip

www.putrakembara.com

Selasa, 10 April 2007

Pengaruh Musik pada Anak

Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada "miring". Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik.

Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, "Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia".

Penelitian menunjukkan, musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80 % dengan musik.

"Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony", demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam suatu ceramah musik. "Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh". Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih ingat dengan "head banger", suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama music rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah. Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita akan lebih enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony sangat mempengaruhi roh. Jika kita menonton film horor, selalu terdengar harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk kita berdiri. Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan harmony yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar harmony dari suara-suara alam disekelilingnya. "Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony", ujar Ev. Andreas Christanday.

Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang pengaruh musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu rock menjadi layu dan mati, sedangkan tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.

Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat indah. Gemuruh ombak di laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan manusia.

Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, "Jikalau Anda merasakan hari ini begitu berat, coba periksa lagi hidup Anda pada hari ini. Jangan-jangan Anda belum mendengarkan musik dan bernyanyi".

SUMBER: http://www.iqeq.web.id/anak/anak02.shtml

KAPAN ANAK BELAJAR BAHASA INGGRIS?

semoga ini bisa menjadi pemikiran para orang tua :)

Ada anggapan, semakin muda usia semakin mudah anak belajar bahasa daripada orang dewasa. Ada pula yang berpendapat, belajar bahasa asing sejak dini bukan jaminan. Sementara yang lain bilang, keberhasilan belajar bahasa asing sangat ditentukan oleh motif atau kebutuhan berkomunikasi dalam lingkungannya. Mana yang benar? E. Kosasih, mahasiswa Pengajaran Bahasa pada Program Pascasarjana IKIP Bandung, dan wartawan Intisari A. Hery Suyono menuturkannya berikut ini.

Belakangan ini aneka kursus bahasa asing, terutama Inggris, kian semarak. Tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Lembaga persekolahan pun tak mau ketinggalan zaman. Pengajaran bahasa Inggris yang semula hanya dikenal di tingkat SMTP, kini diberikan kepada siswa SD, bahkan murid Sekolah Taman Kanak-Kanak.

Fenomena seperti itu antara lain terpacu oleh obsesi orang tua yang menghendaki anaknya cepat bisa berbahasa asing. Mereka berpandangan, semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah ia menguasai bahasa itu.
Lalu, bagaimana pendapat para pakar bahasa?

Masa emas belajar bahasa

Beberapa pakar bahasa mendukung pandangan "semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah anak menguasai bahasa itu". Misalnya, McLaughlin dan Genesee menyatakan bahwa anak-anak lebih cepat memperoleh bahasa tanpa banyak kesukaran dibandingkan dengan orang dewasa.

Demikian pula Eric H. Lennenberg, ahli neurologi, berpendapat bahwa sebelum masa pubertas, daya pikir (otak) anak lebih lentur. Makanya, ia lebih mudah belajar bahasa. Sedangkan sesudahnya akan makin berkurang dan pencapaiannya pun tidak maksimal.

Dr. Bambang Kaswanti Purwo, ketua Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, dalam tulisannya Pangajaran Bahasa Inggris di SD dan SMTP, menyebut bahwa usia 6 - 12 tahun, merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Alasannya, otak anak masih plastis dan lentur, sehingga proses penyerapan bahasa lebih mulus.

Lagi pula daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis. Cukup dengan pemajanan diri (self-exposure) pada bahasa tertentu, misalnya ia tinggal di suatu lingkungan yang berbahasa lain dari bahasa ibunya, dengan mudah anak akan dapat menguasai bahasa itu. Masa emas itu sudah tidak dimiliki oleh orang dewasa.

Namun, bukan berarti orang dewasa tidak mampu menguasai bahasa kedua (bahasa asing). Lenneberg mengemukakan, orang dewasa dengan inteligensia rata-rata pun mampu mempelajari bahasa kedua selewat usia 20 tahun. Bahkan ada yang mampu belajar berkomunikasi bahasa asing pada usia 40 tahun.

Kenyataan itu tidaklah bertentangan dengan hipotesis mengenai batasan usia untuk penguasaan bahasa karena penataan bahasa pada otak sudah terbentuk pada masa kanak-kanak. Hanya saja lewat masa pubertas terjadi "hambatan pembelajaran bahasa" (language learning blocks). "Jadi, maklum bila belajar bahasa selewat masa pubertas, justru lebih repot daripada ketika usia lima belas atau lima tahun," ujar Bambang.

Pada penguasaan bahasa pertama dikenal istilah "masa kritis" (critical period). Pada penguasaan bahasa kedua (bahasa asing) terdapat istilah "masa peka" (sensitive period). Berdasarkan penelitian Patkowski, masa peka penguasaan sintaksis bahasa asing adalah masa sampai usia 15 tahun. Anak yang dihadapkan pada bahasa asing sebelum usia 15 tahun mampu menguasai sintaksis bahasa asing seperti penutur asli. Sebaliknya, pada orang dewasa hampir tak mungkin aksen bahasa asing dapat dikuasai.

Lebih detail dipaparkan oleh peneliti lain. Penelitian Fathman terhadap 200 anak berusia 6 - 15 tahun yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di sekolah di AS, menunjukkan bahwa anak yang lebih muda (usia 6 - 10 tahun) lebih berhasil pada penguasaan fonologi (tata bunyi) bahasa Inggris. Sedangkan pada anak lebih tua (11 - 15 tahun) lebih berhasil pada penguasaan morfologi (satuan bentuk bahasa terkecil) dan sintaksisnya (susunan kata dan kalimat).

Masih tentang penguasaan aspek tertentu dari bahasa asing dalam kaitannya dengan faktor usia, Scovel menyebutkan, kemampuan untuk menguasai aksen bahasa asing berakhir sekitar usia 10 tahun. Sedangkan penguasaan kosa kata dan sintaksis, menurut catatannya, tidak mengenal batasan usia.

Pro-kontra periode kritis
Masa ideal anak belajar bahasa bertolak dari apa yang disebut periode kritis bagi penguasaan bahasa ibu. Periode kritis sebenarnya masih berupa hipotesis bahwa dalam perjalanan hidup manusia terdapat jadwal biologis yang menentukan masa-masa kegiatan seseorang (Brown, 1994).

Periode kritis sering dihubung-hubungkan dengan proses pembelahan antara otak kiri dengan otak kanan. Hasil penelitian neurologis menyebutkan, pada usia menjelang dewasa, fungsi-fungsi kemanusiaan terbagi atas dua bagian. Fungsi intelektual, logika, analisis, dan kemampuan berbahasa berada pada otak bagian kiri. Sedangkan fungsi yang berhubungan dengan emosi dan fungsi lain yang bersifat sosial dikendalikan oleh belahan otak kanan. Ketika memasuki proses pembelahan otak itulah, menurut para pakar anatomi bahasa, masa peka bahasa itu berlangsung.

Setelah proses "penyebelahan" (lateralization) otak selesai, menurut hipotesis Lenneberg, perkembangan bahasa cenderung menjadi "beku". Keterampilan dasar yang belum dapat dicapai pada masa itu (kecuali untuk artikulasi) biasanya akan tetap tidak sempurna.

Kapan tepatnya proses terjadinya masa pembelahan otak, masih terdapat ketidaksepakatan di antara para ahli. Pandangan-pandangan yang berseberangan antara lain dikemukakan oleh Sorenson dan Jane Hill.

Menurut penelitian Sorenson terhadap suku Tukaro di Amerika Selatan, menjelang usia dewasa masyarakat Tukaro paling tidak sudah menguasai dua atau tiga dari 24 bahasa yang biasanya mereka pergunakan. Yang lebih mengherankan lagi, jumlah penguasaan bahasa itu malahan semakin banyak dan lebih sempurna ketika mereka menjelang usia tua.

Bukti lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya terhadap masyarakat Barat, Jane Hill berkesimpulan bahwa dalam perkembangan normal seseorang dapat mempelajari bahasa asing dengan sempurna, terlepas dari apakah ia berusia muda atau tua.

Proses pembelahan otak, menurut Eric Lenneberg, terjadi sejak anak berusia dua tahun dan berakhir menjelang pubertas. Sedangkan Norwan Geshwind berpendapat, pembelahan otak (periode kritis) usai jauh sebelum masa pubertas. Lebih ekstrem lagi pendapat Stephen Krashen, yakni proses pembelahan itu berakhir sewaktu anak berusia lima tahun.

Dengan demikian, jelas bahwa hipotesis periode kritis tidak bisa dijadikan kriteria keberhasilan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Keberhasilan seseorang belajar bahasa asing, menurut Gardner dan Lambert, tidak tergantung pada kemampuan intelektual atau kecakapan bawaan berbahasa, tetapi sangat ditentukan oleh motif atau kebutuhan berkomunikasi dalam lingkungannya.

Bukan jaminan
Sejak masuk SD bahkan TK, anak sudah "dituntut" menguasai lebih dari satu bahasa; bahasa daerah dan Indonesia. Keduanya dipakai sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-mengajar.

Betapa beratnya beban mereka, bila kemudian masih ditambah lagi belajar bahasa Inggris. Empat bahasa harus mereka kuasai dalam satu periode, misalnya.

Kenyataan itu bukannya menambah cepat anak menguasai bahasa asing. Di samping akan menimbulkan beban psikologis, tak tertutup kemungkinan laju perkembangan bahasa daerah dan nasional anak pun malahan terhambat, atau justru merusak sistem-sistem bahasa yang terlebih dahulu dia kuasai.

Hal seperti itu tidak jauh berbeda dengan anak yang sedang belajar bola tangan. Sebelum ia mahir bermain bola tangan, lalu ditimpa lagi dengan permainan bola basket dan sepak bola. Pelatih tidak perlu heran apabila kemudian si anak memasukkan bola dengan tangan ketika bertanding sepak bola, atau menyundul dan menendang bola ketika anak bermain bola basket.

Jeperson jauh-jauh sebelumnya memperingatkan bahwa anak yang mempelajari dua bahasa tidak akan dapat menguasai kedua bahasa itu dengan sama baiknya. Juga tak akan sebaik mempelajari satu bahasa. Kerja otak untuk menguasai dua bahasa akan menghambat anak untuk mempelajari hal lain yang harus dia kuasai. Perkembangan bahasa anak terganggu, baik dalam penggunaan kosa kata, struktur tata bahasa, bentuk kata, dan beberapa penyimpangan bahasa lainnya.

Tidak terelakkan, dalam era global penguasaan bahasa Inggris hukumnya wajib. Siapa yang ingin luas pergaulan, sukses berbisnis, maupun menguasai ilmu pengetahuan mau tidak mau harus menguasai bahasa yang satu ini. Namun, dalam penanaman kita dituntut sikap bijak dan tidak tergesa-gesa.

Di samping perlu mempertimbangkan kemampuan anak, para orang tua hendaknya memperhatikan pula kepentingan anak akan penguasaan bahasa daerah dan nasional. Kedua bahasa itu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari fungsi keseharian dan tanggung jawab sosial anak. Sebab itu, akan lebih baik bila bahasa Inggris atau bahasa asing lain diberikan setelah bahasa daerah dan bahasa nasional terkuasai secara mantap. Pengajaran bahasa asing dalam usia dini toh bukan jaminan mutlak keberhasilan berbahasa pada anak.


http://www.indomedia.com/intisari/1998/september/bing.htm

http://senopatikidzcenter.blogspot.com

Kamis, 29 Maret 2007

INGIN ANAK CERDAS? IQ TERNYATA BUKAN SEGALANYA

Bagaimana sih sebetulnya yang dimaksud dengan anak cerdas? Tentu jawabannya beragam. Yang jelas, kecerdasan meliputi banyak aspek, dari bahasa hingga emosi.

Alkisah, ada empat anak yang kesemuanya bernama Rudi. Rudi pertama, hobi membuat kapal-kapalan. Ia juga sangat suka pelajaran matematika. Rudi yang kedua sangat suka olah raga. Rudi yang ketiga, lain lagi. Ia punya hobi bermain dengan gunting. Hampir semua benda yang ada di depannya ia gunting. Sementara Rudi keempat sangat suka bermain masak-masakan. Nah, di antara ke-4 Rudi itu, mana yang paling cerdas? Ternyata, sebagian besar orang menjawab bahwa Rudi nomor satulah yang paling pandai.
Analogi ini disampaikan oleh Dr. Seto Mulyadi, Psi.Msi., psikolog anak yang akrab dipanggil Kak Seto dalam seminar bertema Mencetak Anak Sehat, Cerdas dan Kreatif yang diadakan Tabloid Nakita beberapa waktu lalu, untuk menunjukkan betapa budaya masyarakat kita cenderung masih menganggap anak cerdas adalah anak yang jago matematika atau hitung-hitungan. Padahal, tentu tidak selalu.
Kecerdasan sangat beragam. Ada anak yang cerdas dalam hal berbahasa, ada juga yang jago hitung-hitungan seperti Rudi pertama tadi, ada pula yang jago menggambar, bermain musik, dan sebagainya. "Perkembangan masing-masing anak tidak sama. Bisa jadi, ada anak yang cerdas kata, tapi lamban dalam hal menggambar," ujar Kak Seto.
Lantas, bagaimana cara mengembangkan kecerdasan dan kreativitas anak? Untuk mengukur tingkat kecerdasan anak, bisa dengan melakukan tes IQ. Namun, IQ bukanlah segala-galanya. Kecerdasan anak bisa dioptimalkan melalui beberapa hal, antara lain:


1. Pengembangan bahasa
Yang terpenting, sering-seringlah mengajak berdialog, bahkan saat anak masih bayi. Lalu, jika anak sudah mulai masuk TK, beri ia kesempatan untuk mengemukakan pendapat. "Pancing dengan pertanyaan, apakah ia senang di sekolah, bukan menanyakan dapat nilai berapa," jelasnya.
2. Kemampuan dasar matematika
Dapat dikembangkan dengan mengenalkan konsep matematika sederhana. Misalnya, menghitung jumlah anak tangga atau tinggi dan berat badan anak.
3. Kebutuhan ilmiah
Tak ada salahnya mengajak anak mengamati pertumbuhan kecambah, proses telur yang menetas, memperhatikan pesawat udara tinggal landas, dan sebagainya.
4. Suka mempelajari sesuatu yang baru
Orang tua bisa memberi rangsangan dengan bermain logico. Permainan ini juga bisa memicu interaksi antara anak dan orang tua.
Nah, jika Anda sebagai orang tua bisa memberi dorongan dan motivasi, jangan heran jika anak 'ngotot' menghabiskan waktu berjam-jam bermain dan belajar bersama Anda. Waktu masih kecil, semua pertanyaan Steven Spielberg selalu dilayani oleh orang tuanya. Dan cara ini ternyata berhasil mencetak seorang sutradara film handal.


MASA KEEMASAN
KLIK - DetailOtak bayi berkembang pesat menginjak trimester kedua, dan ini akan berlangsung hingga usia 18 bulan. Setelah itu, perkembangannya akan mulai melandai. Oleh karena itu, usia di bawah 2 tahun biasa disebut sebagai masa keemasan (Golden Age). "Jika pada masa ini bayi kurang mendapat gizi, bisa terjadi gangguan-gangguan yang akan berpengaruh pada aspek kognitifnya," ujar Prof. Dr. Ali Khomsan, Ms., Guru Besar Ilmu Pangan dan Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB, dalam seminar yang sama.
Oleh sebab itu, seorang ibu harus memahami pentingnya gizi bagi anak. Ketika bayi baru lahir, jumlah sel otaknya sudah mencapai 66 persen dan beratnya 27 persen dari berat maksimal. Kemudian, sel-sel otak akan tumbuh sampai 90 persen dari berat maksimal. Jika berat otak dewasa rata-rata 1400 gram, maka di usia 2 tahun, berat otak anak sudah mencapai 1200 gram. "Artinya, usia ini memang masa perkembangan otak yang sangat cepat."
Ali Khomsan menyarankan agar di usia 2 tahun, otak anak diberi stimulus yang bisa memacu pertumbuhannya. "Masukan yang terbaik adalah kolesterol dan asam lemak esensial yaitu Omega 3 dan Omega 6," ujarnya. Ini bisa diperoleh lewat pemberian susu, apalagi sekarang ini hampir setiap produk susu kaleng mengandung Omega-3 dan Omega-6.
Bisa juga dengan memberikan sebutir telur ayam kampung setiap hari. "Ini sudah memadai bagi seorang anak." Sumber ikan laut juga bisa menjadi alternatif pengganti telur ayam kampung. "Sayangnya, orang Indonesia tidak terlalu suka makan ikan laut dan cenderung suka pada ikan air tawar yang kadar Omega 3-nya tidak terlalu tinggi."
Pertumbuhan otak di masa keemasan ini ternyata sangat berpengaruh terhadap perkembangan motorik anak. Untuk mengetahuinya, bisa dilihat dari kemampuan anak disesuaikan dengan tahap perkembangannya. Misalnya, umur 12-18 bulan adalah usia di mana seorang anak mulai berjalan.

SIFAT UNIK
Berbagai cara dapat menjadi masukan yang positif bagi si balita. Hal termudah yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan rangsangan sejak masa kehamilan. Misalnya, dengan memberi sentuhan lembut, dekapan, belaian, atau menyenandungkan lagu. Ini dimaksudkan supaya anak memperoleh suasana kasih yang hangat.
Saat anak menginjak usia balita, mendongeng bisa menjadi salah satu sarana yang cukup ampuh untuk berkomunikasi dengan mereka. Misalnya, dengan membuat boneka dari sapu tangan lalu seolah-olah berbicara dengan boneka tersebut. Dari situ, orang tua menyisipkan pesan pada anak dengan cara yang tidak memaksa. Misalnya, harus mau bangun pagi dan sebagainya.
Selain itu, orang tua harus paham bahwa anak memiliki sifat yang unik. Jadi, anak yang satu pasti tak pernah sama dengan anak lain. Ada yang pandai menyanyi, tapi tidak terampil dalam hal berhitung, ataupun sebaliknya. "Ini karena secara genetik mereka memang sudah berbeda," ujar Kak Seto. Akibatnya, potensi tiap anak pun berlainan. Ini bisa diibaratkan dengan merekahnya bunga yang bermacam-macam warnanya di sebuah taman secara bersama-sama.

SETIAP ANAK BISA KREATIF
Untuk menggali kemampuan anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
- Anak tak sama dengan orang dewasa. Ada batasan-batasan yang membedakan mereka dengan orang dewasa. Agar anak mau belajar, diperlukan kesabaran dan toleransi mendalam. "Jangan segan-segan mengacungkan jempol jika anak dapat melakukan sesuatu atau punya prestasi," lanjutnya.
- Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Dari mulai membaca, menulis sampai berhitung. Misalnya dengan menempel tulisan "kursi" di kursi makan atau alat-alat rumah tangga yang lain. Secara tidak langsung, anak akan belajar tanpa paksaan dari siapa pun.
- Beri keleluasan anak untuk berkembang. "Kalau dulu waktu masih bayi, anak tampak begitu lucu, maka saat berusia 3 tahun, jangan meminta ia lucu seperti sebelumnya." Perilaku anak akan berkembang sesuai fase perkembangan yang dilaluinya.
- Ingat, anak itu suka meniru. Ini adalah hal yang wajar bagi anak-anak. Bahkan, meniru adalah salah satu proses pembentukan tingkah laku anak. Misalnya, anak suka berbohong. "Berarti ada yang perlu dicermati, apakah lingkungan sekitarnya berperilaku seperti itu." Bisa jadi, anak pernah melihat ibunya menyuruh pembantu berbohong pada tamu. Dari situ, anak melihat bahwa berbohong itu boleh, sehingga ia pun meniru. Anak yang gemar membaca juga bisa jadi juga meniru dari orang tuanya yang juga hobi membaca. Oleh karena itu, "Orang tua dan guru seharusnya bisa menjadi teladan yang nyata dan baik bagi anak."
- Setiap anak bisa jadi kreatif. Jangan sedikit-sedikit anak dimarahi. Misalnya, salah memberi warna pada tugas menggambarnya. Intinya, beri anak kesempatan untuk berpikir berbeda. "Saya pernah lihat sebuah TK yang secara berkala membolehkan muridnya menyanyikan lagu yang ia ciptakan sendiri." Jika anak dikondisikan seperti ini, otak kanan yang berfungsi sebagai pusat kreativitas pun akan terus terasah.

KECERDASAN EMOSIONAL ITU PERLU
Ada banyak kecerdasan yang melingkupi anak, dan menurut ahli, saat ini kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ)-lah yang memegang peran penting dalam mencetak anak yang sukses nantinya. Di dalam kecerdasan emosional itu terdapat pula kecerdasan sosial. Di sini anak bisa memahami dan mengerti orang lain. Ia juga bisa bersikap bijaksana atas apa yang ia alami dan hadapi.
Untuk melatih kecerdasan emosional ini, orang tua harus menampilkan suasana damai dengan sikap saling menghargai satu sama lain, tekun, ulet dan banyak memberi senyum. "Kalau anak bertanya, kenapa Mama nggak salat, jangan langsung marah, tapi catatlah dan buat perjanjian untuk juga mencatat apa yang anak lakukan. Misalnya, tanyakan kenapa anak malas makan dan sebagainya." Dengan demikian, suasana demokratis pun mulai tercipta sejak dini.

Untuk mengetahui apakah gizi yang diberikan itu telah memacu tingkat intelegensi anak, ia menjelaskan bahwa orang tua tidak semata-mata langsung tahu dari perilaku anak.

"Kecerdasan seorang anak tidak diketahui sampai ia memperoleh input lain dari lingkungan sekitarnya." Berdasarkan penelitian yang ditemui oleh Ali Khomsan kalau usia keemasan itu terlampaui dalam keadaan kurang gizi, maka IQ yang diukur nanti dan setelah itu ia mengalami perbaikan, perbaikannya ini sudah tidak bermakna untuk memperbaiki IQ yang sudah terlanjur kurang."

Pertumbuhan otak yang di masa keemasan ini ternyata sangat mempengaruhi perkembangan motorik. Untuk mengetahui seberapa jauh otak anak berkembangtingkat intelegansi anak, bisa dilihat dari "Dari aspek kesehatan itu sudah ada tahapan-tahapannya tetapi sebenarnya di sini sudah ada range atau kisaran." Misalkan, kisaran umur untuk anak yang bisa jalan yaitu antar 12-18 bulan. "Jadi kalau terjadi hal tersebut jangan terlalu bingung karena dari aspek kesehatan sudah ada tahapan-tahapannya.
Ia berpendapat bahwa sebenarnya antara perkembangan motorik itu berkaitan dengan aspek kecerdasan. "Misalnya apakah anak yang berumur 1 tahun bisa ngomong itu cerdas, ya belum tentu, belum ada teori yang mengaitkan kalau anak itu bisa jalan dengan cepat, bisa ngomong lebih cepat dibanding yang seusianya itu berarti lebih cerdas dibanding yang lain."


Dikutip:
Majalah nova

FLOOR TIME

Untuk orang tua ISTIMEWA , ini adalah salah satu metode yang dapat membantu anak-anak ISTIMEWA kita

Floor time yang secara harafiah diterjemahkan sebagai 'waktu di lantai' diperkenalkan oleh Stanley I. Greenspan dan Serena Wieder, sebagai pendekatan interaktif yang berlandaskan kekuatan relasi dan struktur keluarga; dan mempergunakan relasi yang sistematik untuk membantu anak melewati tahapanperkembangan emosi

Prinsip utama floor time
adalah mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosinya. Interaksi tersebut diharapkan bermula dari inisiatif anak, anak dianggap sebagai pemimpin dan kita mengikuti minatnya

Tujuan Utama Floor Time
Seperti dijelaskan sebelumnya, 6 tahapan perkembangan emosi harus dilalui seorang anak untuk mencapai kemampuan komunikasi, berpikir dan membentuk konsep diri. Tujuan utama floor time adalah tercapainya keenam hal tersebut, tetapi karena dari keenamnya ada beberapa hal yang secara alamiah saling beririsan, tujuan utama floortime adalah:
1. mendukung tercapainya atensi mutual dan keintiman/ keterlibatan dan mempertahankannya selama mungkin. Saat anak belajar tetap tenang saat mengeksplorasi dunianya, ia juga akan mengembangkan minat terhadap anda sebagai orang terpenting dalam dunianya. Tujuan kita adalah membantu anak tetap terlibat dengan kita dan menikmati kehadiran kita. (1-2)
2. membantu anak belajar membuka dan menutup siklus komunikasi, dimulai dari yang bersifat gestural dan lama kelamaan berkembang menjadi lebih kompleks, mengerti dan mengekspresikan keinginan, harapan, perasaan, dan kemudian komunikasi yang bersifat problem solving. (3-4)
3. mendukung pengekspresian dan p&nggunaan perasaan dan ide-ide baik melalui kata-kata maupun bermain pura-pura. Tujuan kita adalah mengembangkan drama dan bermain pura-pura sebagai sarana (5)
4. membantu anak mengkaitkan ide dan perasaan sehingga mencapai pemahaman tentang dunia yang logis dan saling terkait. la belajar berpikir logis (6)

Strategi Dasar dan Kiat Praktis
  • Cobalah bergabung dengan aktifitas yang dilakukan anak, sesederhana apapun aktifitas yang dimulainya. Hal ini lebih baik daripada mencoba memperkenalkan ide-ide baru kita dan memotong/menghentikan minatnya.
    Namun bila anak tidak memulai, baru kita melontarkan ide aktifitas yang sesuai dengan tingkatan dan minatnya.
  • Sedapat mungkin libatkan dalam aktifitas harian, oleh dan bersama siapapun anggota keluarga, jangan biarkan ia terlalu lama sendirian dan terserap dalam dunianya.
  • Ciptakan lingkungan yang merangsang dan memancing anak lebih eksploratif, letakkan mainan-mainan dan benda-benda yang menarik di mana-mana, ajaklah anak mengeksplorasinya bersama.
  • Berilah 'masalah', sesuatu yang tidak seperti biasanya, tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan rutinitasnya. Misalnya beri rintangan bila ia ingin mengambil sesuatu, sengaja memberikan mainan atau makanan yang salah/tidak sesuai keinginannya, perkenalkan sesuatu yang baru, beri 'kejutan' di sela-sela rutinitasnya.
  • Anggaplah semua tingkah laku anak bertujuan dan bermakna. Berikan respon yang beragam untuk memberikan makna baru seolah-olah ia memang melakukan hal tersebut. Misalnya ia membuang/melempar mainan, tangkaplah dengan ekspresif seolah-olah ia memang mengajak anda bermain lempar-tangkap.
  • Bantulah apa yang anak ingin lakukan, tidak sepenuhnya, tetapi buatlah menjadi aktifitas bersama dimana anak tetap terlibat. Berilah contoh bagaimana melakukannya, tetapi biarkan anak mencoba menirukannya sendiri. Jadilah lebih 'gestural' (atraktif dalam bahasa tubuh) dan lebih interaktif, tetapi kurang koperatif (menuruti dengan segera).
  • Berikan perhatian dan respon p.ada apapun yang dimulai atau ditirukan oleh anak.
    Bergabunglah dalam permainan 'perseveratif-nya, tetapi buatlah menjadi lebih bermakna, lebih bervariasi dan lebih interaktif. Bila interaksi sudah lebih baik, cobalah sedikit-sedikit mengubahnya. Misalnya anak berlari bolakbalik, halangi jalannya dan tangkap serta peluklah ia, sehingga terjadi interaksi. Tidak perlu melarang anak melakukan 'tingkah laku stereotipik'-nya.
  • Jangan menganggap kata 'tidak' yang diucapkannya, atau penghindarannya sebagai penolakan. Bila anak mengabaikan, cobalah untuk 'mengganggunya' secara main-main (play full).
  • Berusahalah untuk lebih ekspresif, baik dalam mimik wajah, intonasi suara maupun bahasa tubuh. Terutama untuk memberikan penekanan emosi terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan.
  • Berusaha menarik perhatian anak dengan ucapan-ucapan pendek seperti "oh-oh", "wah", "aduh".
  • Bahasakan semua kegiatan anak dan kegiatan kita, semua hal yang sedang diperhatikan dan dilihatnya. Pergunakan kata-kata pendek dan berikan jeda supaya memberinya kesempatan bereaksi bila ia mau, sekaligus memberi kesempatan kita mengamati reaksi anak.
  • Sedapat mungkin posisikan diri di hadapan anak, mata sejajar dan 'carilah' tatapan matanya, tanpa memaksa anak menatap mata kita. Kontak mata bisa dipancing dengan selalu memegang sesuatu yang diminatinya (makanan, mainan, benda lain) di antara mata kita dan matanya, memanfaatkan cermin, memanggil namanya atau menutupkan selendang tipis di atas kepalanya dan kepala kita sekaligus.
  • Lakukan permainan sensori-motor seperti menggelitik, melempar, mengayun, bergulat, dll untuk memancing reaksi, tetapi ingatlah karakteristik SI anak yang sangat spesifik. Misalnya jangan gelitiki anak yang sangat sensitif terhadap rangsang raba, atau ayunkan anak yang sangat sensitif terhadap rangsang vestibular. Bermain ciluk ba, kucing-kucingan dan permainan interaktif lain.
  • Pergunakan mainan yang bersifat sensorik seperti bunyi-bunyian, bulu-bulu, baling-baling, cahaya, dll Juga mainan yang memperkenalkan 'sebabakibat' misalnya bila dipencet bergetar, bila ditiup berputar.
  • Menyanyilah sambil mendudukkan anak di pangkuan secara berhadapan, berhentilah di tengah-tengah lagu supaya memancing anak bereaksi dan meminta kita meneruskan, atau siapa tahu ia akan melanjutkan nyanyian kita.
  • Lakukan apapun untuk memperpanjang interaksi; berpura-pura bodoh, pura pura salah, menginterupsi aktifitasnya. Jangan berikan segera/terlalu cepat apa yang diinginkannya, walaupun anda sudah tahu, pancinglah terjadinya 'negosiasi' yang menyenangkan/bermain-main, jangan sampai anak menjadi benar-benar marah atau kesal.
  • Jangan mengalihkan subjek ataupun memutus interaksi yang dimulai dan sedang berlangsung.
    Pastikan kita maupun anak memberikan respon yang sesuai dengan cara menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi).
  • Selalu beritahu arah dan tujuan kegiatan, ingatlah bahwa mereka masih sulit memprediksi apa yang akan terjadi dan cenderung tidak nyaman dalam suasana yang tidak pasti.
    Buka pintu menuju permainan pura-pura/simbolik, dengan memulai dari pengalaman nyata sehari-hari. Beresponlah terhadap keinginan nyatanya dengan aksi pura-pura.
    Konsisten dan konsekuenlah, terutama dengan 'peraturan', 'negosiasi' dan hadiah/hukuman.
  • Cobalah untuk menerima kemarahan, protes dan kekesalan anak. Jangan menghindari/ mengalihkan atau membiarkan anak mengganti subjek untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan. Biarkan ia mengekspresikan rasa marah/kesalnya, tetapi tunjukkan sikap mengerti dan berikan stimulasi SI yang paling sesuai untuk menenangkannya. Setelah. reda coba 'bahas' situasi itu sedapat mungkin dengan cara yang bisa dimengertinya.
  • Bantulah anak menghadapi kecemasannya (perpisahan, kekecewaan, agresi, ketakutan, kehilangan, dll) dengan menggunakan stimulasi SI, bahasa tubuh, intonasi lembut dan penyelesaian masalah.
  • Bila ia sudah sampai pada pemahaman bermain pura-pura, gunakan bermain pura-pura untuk bereksperimen dengan kemarahan, agresi, ketakutannya sehingga ia bisa belajar mencari jalan keluar yang lebih efektif, proporsional dan bisa diterima.
Daftar Pustaka:
Stanley I Greenspan dan Serena Wieder (1998): The Child with Special Needs,Cambridge, Massachusetts, Perseus Publishing.

FLOOR TIME

Untuk orang tua ISTIMEWA , ini adalah salah satu metode yang dapat membantu anak-anak ISTIMEWA kita

Floor time yang secara harafiah diterjemahkan sebagai 'waktu di lantai' diperkenalkan oleh Stanley I. Greenspan dan Serena Wieder, sebagai pendekatan interaktif yang berlandaskan kekuatan relasi dan struktur keluarga; dan mempergunakan relasi yang sistematik untuk membantu anak melewati tahapanperkembangan emosi
Prinsip utama floor time
adalah mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosinya. Interaksi tersebut diharapkan bermula dari inisiatif anak, anak dianggap sebagai pemimpin dan kita mengikuti minatnya
Tujuan Utama Floor Time
Seperti dijelaskan sebelumnya, 6 tahapan perkembangan emosi harus dilalui seorang anak untuk mencapai kemampuan komunikasi, berpikir dan membentuk konsep diri. Tujuan utama floor time adalah tercapainya keenam hal tersebut, tetapi karena dari keenamnya ada beberapa hal yang secara alamiah saling beririsan, tujuan utama floortime adalah:
1. mendukung tercapainya atensi mutual dan keintiman/ keterlibatan dan mempertahankannya selama mungkin. Saat anak belajar tetap tenang saat mengeksplorasi dunianya, ia juga akan mengembangkan minat terhadap anda sebagai orang terpenting dalam dunianya. Tujuan kita adalah membantu anak tetap terlibat dengan kita dan menikmati kehadiran kita. (1-2)
2. membantu anak belajar membuka dan menutup siklus komunikasi, dimulai dari yang bersifat gestural dan lama kelamaan berkembang menjadi lebih kompleks, mengerti dan mengekspresikan keinginan, harapan, perasaan, dan kemudian komunikasi yang bersifat problem solving. (3-4)
3. mendukung pengekspresian dan p&nggunaan perasaan dan ide-ide baik melalui kata-kata maupun bermain pura-pura. Tujuan kita adalah mengembangkan drama dan bermain pura-pura sebagai sarana (5)
4. membantu anak mengkaitkan ide dan perasaan sehingga mencapai pemahaman tentang dunia yang logis dan saling terkait. la belajar berpikir logis (6)
Strategi Dasar dan Kiat Praktis
  • Cobalah bergabung dengan aktifitas yang dilakukan anak, sesederhana apapun aktifitas yang dimulainya. Hal ini lebih baik daripada mencoba memperkenalkan ide-ide baru kita dan memotong/menghentikan minatnya.
    Namun bila anak tidak memulai, baru kita melontarkan ide aktifitas yang sesuai dengan tingkatan dan minatnya.
  • Sedapat mungkin libatkan dalam aktifitas harian, oleh dan bersama siapapun anggota keluarga, jangan biarkan ia terlalu lama sendirian dan terserap dalam dunianya.
  • Ciptakan lingkungan yang merangsang dan memancing anak lebih eksploratif, letakkan mainan-mainan dan benda-benda yang menarik di mana-mana, ajaklah anak mengeksplorasinya bersama.
  • Berilah 'masalah', sesuatu yang tidak seperti biasanya, tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan rutinitasnya. Misalnya beri rintangan bila ia ingin mengambil sesuatu, sengaja memberikan mainan atau makanan yang salah/tidak sesuai keinginannya, perkenalkan sesuatu yang baru, beri 'kejutan' di sela-sela rutinitasnya.
  • Anggaplah semua tingkah laku anak bertujuan dan bermakna. Berikan respon yang beragam untuk memberikan makna baru seolah-olah ia memang melakukan hal tersebut. Misalnya ia membuang/melempar mainan, tangkaplah dengan ekspresif seolah-olah ia memang mengajak anda bermain lempar-tangkap.
  • Bantulah apa yang anak ingin lakukan, tidak sepenuhnya, tetapi buatlah menjadi aktifitas bersama dimana anak tetap terlibat. Berilah contoh bagaimana melakukannya, tetapi biarkan anak mencoba menirukannya sendiri. Jadilah lebih 'gestural' (atraktif dalam bahasa tubuh) dan lebih interaktif, tetapi kurang koperatif (menuruti dengan segera).
  • Berikan perhatian dan respon p.ada apapun yang dimulai atau ditirukan oleh anak.
    Bergabunglah dalam permainan 'perseveratif-nya, tetapi buatlah menjadi lebih bermakna, lebih bervariasi dan lebih interaktif. Bila interaksi sudah lebih baik, cobalah sedikit-sedikit mengubahnya. Misalnya anak berlari bolakbalik, halangi jalannya dan tangkap serta peluklah ia, sehingga terjadi interaksi. Tidak perlu melarang anak melakukan 'tingkah laku stereotipik'-nya.
  • Jangan menganggap kata 'tidak' yang diucapkannya, atau penghindarannya sebagai penolakan. Bila anak mengabaikan, cobalah untuk 'mengganggunya' secara main-main (play full).
  • Berusahalah untuk lebih ekspresif, baik dalam mimik wajah, intonasi suara maupun bahasa tubuh. Terutama untuk memberikan penekanan emosi terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan.
  • Berusaha menarik perhatian anak dengan ucapan-ucapan pendek seperti "oh-oh", "wah", "aduh".
  • Bahasakan semua kegiatan anak dan kegiatan kita, semua hal yang sedang diperhatikan dan dilihatnya. Pergunakan kata-kata pendek dan berikan jeda supaya memberinya kesempatan bereaksi bila ia mau, sekaligus memberi kesempatan kita mengamati reaksi anak.
  • Sedapat mungkin posisikan diri di hadapan anak, mata sejajar dan 'carilah' tatapan matanya, tanpa memaksa anak menatap mata kita. Kontak mata bisa dipancing dengan selalu memegang sesuatu yang diminatinya (makanan, mainan, benda lain) di antara mata kita dan matanya, memanfaatkan cermin, memanggil namanya atau menutupkan selendang tipis di atas kepalanya dan kepala kita sekaligus.
  • Lakukan permainan sensori-motor seperti menggelitik, melempar, mengayun, bergulat, dll untuk memancing reaksi, tetapi ingatlah karakteristik SI anak yang sangat spesifik. Misalnya jangan gelitiki anak yang sangat sensitif terhadap rangsang raba, atau ayunkan anak yang sangat sensitif terhadap rangsang vestibular. Bermain ciluk ba, kucing-kucingan dan permainan interaktif lain.
  • Pergunakan mainan yang bersifat sensorik seperti bunyi-bunyian, bulu-bulu, baling-baling, cahaya, dll Juga mainan yang memperkenalkan 'sebabakibat' misalnya bila dipencet bergetar, bila ditiup berputar.
  • Menyanyilah sambil mendudukkan anak di pangkuan secara berhadapan, berhentilah di tengah-tengah lagu supaya memancing anak bereaksi dan meminta kita meneruskan, atau siapa tahu ia akan melanjutkan nyanyian kita.
  • Lakukan apapun untuk memperpanjang interaksi; berpura-pura bodoh, pura pura salah, menginterupsi aktifitasnya. Jangan berikan segera/terlalu cepat apa yang diinginkannya, walaupun anda sudah tahu, pancinglah terjadinya 'negosiasi' yang menyenangkan/bermain-main, jangan sampai anak menjadi benar-benar marah atau kesal.
  • Jangan mengalihkan subjek ataupun memutus interaksi yang dimulai dan sedang berlangsung.
    Pastikan kita maupun anak memberikan respon yang sesuai dengan cara menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi).
  • Selalu beritahu arah dan tujuan kegiatan, ingatlah bahwa mereka masih sulit memprediksi apa yang akan terjadi dan cenderung tidak nyaman dalam suasana yang tidak pasti.
    Buka pintu menuju permainan pura-pura/simbolik, dengan memulai dari pengalaman nyata sehari-hari. Beresponlah terhadap keinginan nyatanya dengan aksi pura-pura.
    Konsisten dan konsekuenlah, terutama dengan 'peraturan', 'negosiasi' dan hadiah/hukuman.
  • Cobalah untuk menerima kemarahan, protes dan kekesalan anak. Jangan menghindari/ mengalihkan atau membiarkan anak mengganti subjek untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan. Biarkan ia mengekspresikan rasa marah/kesalnya, tetapi tunjukkan sikap mengerti dan berikan stimulasi SI yang paling sesuai untuk menenangkannya. Setelah. reda coba 'bahas' situasi itu sedapat mungkin dengan cara yang bisa dimengertinya.
  • Bantulah anak menghadapi kecemasannya (perpisahan, kekecewaan, agresi, ketakutan, kehilangan, dll) dengan menggunakan stimulasi SI, bahasa tubuh, intonasi lembut dan penyelesaian masalah.
  • Bila ia sudah sampai pada pemahaman bermain pura-pura, gunakan bermain pura-pura untuk bereksperimen dengan kemarahan, agresi, ketakutannya sehingga ia bisa belajar mencari jalan keluar yang lebih efektif, proporsional dan bisa diterima.
Daftar Pustaka:
Stanley I Greenspan dan Serena Wieder (1998): The Child with Special Needs,Cambridge, Massachusetts, Perseus Publishing.

SENSORI INTEGRASI

Istilah Sensori Integrasi (SI) diterbitkan kepada publik pertama kali tahun 1966 oleh Jean Ayres Phd OTR tentang intervensi metode SI dan peran OT dalam metode tersebut.
Ayres mengembangkan teori SI untuk menjelaskan masalah penginterpretasian sensasi dari tubuh dan lingkungan serta kesulitan pada aktifitas akademik dan motor learning dalam memenuhi tuntutan lingkungan yang mempengaruhi manusia untuk melakukan occupation.

Sensori Integrasi adalah......

Setiap detik, menit dan jam tak terhitung berapa banyak informasi sensori yang masuk kedalam tubuh manusia. Tidak hanya dari telinga dan mata, tapi dari seluruh bagian tubuh. Sensori tersebut memberikan
informasi tentang kondisi fisik tubuh dan lingkungan di sekitar.

Otak berperan sebagai polisi lalu lintas yang mengatur jalur informasi yang masuk dan mengaturnya dengan cara yang tepat. Otak juga menggunakan informasi tersebut untuk menentukan respon terhadap perubahan lingkungan.

Saat seorang anak duduk diatas ayunan, ia akan tahu keberadaan posisi tubuhnya saat duduk, jika terlalu maju kedepan ia akan berhenti sebentar untuk membetulkan posisi duduknya. Jika ayunan bergerak terlalu cepat ia akan mengurangi kecepatan ayunannya dan jika dirasa kurang ia akan menggunakan kakinya untuk mengayunkan badannya dibantu dengan kemampuan dirinya menjaga postur tubuh terhadap perubahan kecepatan tersebut.

Dalam hal ini informasi sensori sebagai "makanan bagi otak" yang menyediakan energi dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengarahkan tubuh (body)dan pikiran (mind). Tanpa kemampuan prosesing yang cukup untuk mengorganize sensori semua hal tersebut tidak dapat dicerna sebagai makanan bagi otak.

Saat sedang mengupas suatu buah dengan jari, mata merasakan sedikit perih saat kulitnya terbuka dan hidung mencium aroma yang khas dan kulit dan persendian tangan merasakan sesuatu yang empuk-berair dari dalam buah itu, dan saat mulut memakannya ada rasa manis-manis asam. Bagaimana anda dapat mengetahui jika buah tersebut adalah jeruk??? Dan apa yang membuat jari dan 10 tangan bekerja bersamaan???. Semua informasi sensori dari jeruk dan sensasi yang tubuh rasakan semuanya terpadu (terintegrasi) dalam satu tempat di otak. Dengan pengintegrasian ini memungkinkan otak untuk mendefinisikan buah tersebut adalah jeruk.

Sensori integrasi termulai saat janin berada dalam kandungan, yang merasakan gerakan sang ibu dan pada saatnya ia akan bergerak didalam janin. Pada seorang bayi jika mendapat sentuhan di area sekitar bibir dan mulut ia akan menggerakan kepalanya kearah sumber sentuhan yang akhirnya ia menyusu pada sang ibu, saat ia menangis suara merdu sang ibu serta ayunan ringan saat dalam pelukan membuatnya dapat tenang kembali. Apa yang menyebabkan proses tersebut terjadi???

Respon terhadap perubahan (respon adaptif) lingkungan memiliki tujuan dan terarah terhadap pengalaman sensori yang terjadi. Masa kanak-kanak adalah masa untuk bermain dan belajar, keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Dengan itu akan tertantang untuk mengeksplorasi
lingkungan dan menguasai kemampuan tertentu yang didapatnya dari lingkungan. Pada saat yang sama juga otak terus berkembang dan mengatur dirinya.

Saat kebutuhan akan pengintegrasian sensori berjalan sejajar dengan tuntutan lingkungan. Seorang anak dapat merespon secara efisien, kreatif dan memuaskan pada saat-saat menyenangkan dalam bermain. Kata "menyenangkan" adalah kata kunci dalam sensori integrasi, yang memiliki andil besar saat bermain.

Manusia cenderung menikmati sesuatu hal yang menciptakan perkembangan pada otak. Sesuatu yang natural jika sang anak mencari informasi sensori yang membantu otak untuk berkembang. Merupakan suatu alasan mengapa anak senang diangkat keatas, berayun, dipeluk, memanjat, berlari, melompat. Mereka bergerak karena merupakan kebutuhan akan makanan bagi otaknya.

Masalah Sensori Integrasi

Arti kata "masalah" dapat diartikan juga kurang berfungsi. Yang artinya otak memiliki kesulitan untuk melakukan fungsinya secara efisien sebagai mestinya. Kata "sensori" berarti terjadi inefisiensi kemampuan otak dalam memproses informasi dari sistem sensori. Yang menyebabkan kesulitan bagi sang individu untuk mengetahui keberadaan dirinya dan hubungannya dengan lingkungan.

Seperti kota yang memiliki sarana dan prasarana fasilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Jika salah satu bagian memiliki masalah akan mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Saat terjadi fenomena alam gempa bumi semua fasilitas yang menunjang kelangsungan hidup masyarakat dan merusak tatanan yang selama ini dibangun.

Dengan permasalahan SI, anak mengalami kesulitan untuk menguasai kemampuan tertentu, yang menghambatnya untuk bereksplorasi, kreatif dan mengorganize dirinya saat berada di lingkungan.

Perilaku defensive membuat anak merasa sangat berhati-hati untuk menerima informasi sensori. Dunia seakan menakutkan, karena kesulitan untuk dapat memproses semua sensori yang diterima tubuhnya. Mekanisme protektif lebih dominan dibandingkan mekanisme diskriminatif.

Suatu hal yang lumrah jika tubuh bereaksi terhadap sesuatu pengalaman sensori yang asing atau dianggap membahayakan bagi dirinya (mekanisme protektif). Saat sedang menyetir mobil dimalam hari akan menjadi saat-saat yang menegangkan jika seseorang menggedor-gedor kaca pintu. Rasa takut dan kebingungan membuat panik dan bingung harus berbuat apa. Selang beberapa lama perlahan tubuh mulai mampu bereaksi untuk mengenali sosok orang yang menggedor kaca tersebut dan perlahan mengenali suaranya (mekanisme diskriminatif). Ternyata adalah suami/istri anda yang mengatakan dompet anda tertinggal di meja makan. :-))

Seiring dengan proses perkembangan kedua mekanisme tersebut berjalan secara selaras. memudahkan tubuh untuk merespon dan otak untuk mengatur jalannya pemrosesan sensori, sehingga anak dapat terus belajar dan mengembangkan dirinya.

Perilaku mencari stimulasi sensori tertentu membuat anak kesulitan untuk melakukan proses belajar karena kesibukannya mendapatkan informasi sensori sebagai "makanan otak" namun tidak seimbang
porsinya.

Okupasi Terapi dengan melakukan metode Sensori Integrasi membantu untuk menjelaskan permasalahan untuk melakukan aktifitas yang berhubungan dengan permasalahan sensori yang dimunculkan dengan
melihat juga aset dan limitasi yang dimiliki. Sehingga terformulasikan strategi penanganan yang sesuai dengan keunikan anak sebagai suatu individu.


dikutip

www.putrakembara.com