Rabu, 02 Januari 2013

Artikel Tootie


URGENSI PENDIDIKAN INKLUSI (SPECIAL EDUCATION)
Oleh : Widya Susilowati*
(Guru Terapis dan Pegiat peduli autisme
di Tootie Kidz Center Tangerang)

Saat ini pertumbuhan populasi anak berkebutuhan khusus (children with special need) di Indonesia menunjukan kecenderungan meningkat, baik dari level yang ringan sampai dengan level yang berat. Masalah ini terjadi pada semua kalangan masyarakat, baik kalangan kelas sosial kaya maupun kalangan kelas sosial miskin. Meskipun, tingkat perkembangan tersebut menunjukan trend meningkat namun penanganan secara holistik, sistematis dan berkesinambungan belum dilakukan dengan baik. Padahal generasi bangsa tersebut merupakan sebagai karunia Tuhan yang memiliki beragam potensi dan keunikan serta membutuhkan akan harapan bagi masa masa depannya dan masa depan bangsa.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang proses pertumbuhan dan perkembangannya mengalami penyimpangan secara bermakna (significantly) dari kriteria normal dalam karakteristik: mental-intelektual (yang gifted maupun yang retarded), sensorik, neuromotor atau fisik, perilaku sosial, emosional, hambatan kemampuan berkomunikasi, kesulitan belajar, berpenyakit kronis dan atau gabungan dari dua atau lebih karakteristik tersebut dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
Ragam dan bentuk anak berkebutuhan khusus pun sangat beragam mulai dari hal ringan sampai pada hal yang berat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Diantara klasifikasi gangguan pada anak berkebutuhan khusus adalah tunagrahita (intellectual disability), kesulitan belajar (learning disability), gangguan perilaku atau gangguan emosi (behavior/emotional disorders), gangguan bicara dan bahasa (speech and language disorders), gangguan pendengaran (hearing impairments), gangguan komunikasi (communication disorder), gangguan penglihatan (visual impairments), kerusakan fisik dan gangguan kesehatan termasuk epilepsi (physical and other health impairments), cacat berat atau cacat ganda (severe and multiple handicaps), lantib dan berbakat (gifted and talented), anak dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan anak dengan Autistic Spectrum Disorder. Upaya pengklasifikasian tersebut dilakukan untuk keperluan modifikasi pelayanan pembelajaran dan penganannya secara tepat serta bukan untuk labeling.
Apabila permasalahaan tersebut tidak mendapatkan perhatian dan tidak ditangani secara serius maka akan berdampak negatif pada aspek psikologis dan sosial pada individu anak, keluarga dan masyarakat. Dampak bagi individu anak yakni tidak adanya kemandirian atau ketergantuang anak pada orang lain, terisolasi dalam komunitas sosialnya dan tidak tergalinya potensi dan bakat yang pada diri anak. Dampak bagi keluarga selain membutuhkan pembiayaan materi yang besar juga memiliki beban sosial-psikologis berupa rasa malu dan penolakan terhadap kondisi anak yang mengalami perkembangan abnormalitas. Sedangkan dampak bagi masyarakat setidaknya dapat menurunkan kualitas taraf hidup dalam struktur pembangunan manusia seutuhnya.
Oleh sebab itu, dibutuhkan solusi nyata dan berkelanjutan terhadap masalah tersebut yaitu pemberdayaan layanan pendidikan. Hal itu sesuai dengan amanat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa: "Setiap orang memiliki hak untuk pendidikan" (education for all). Pemberian layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus dalam konteks ini adalah pendidikan khusus (special education) atau ortopedogik.
Dalam tataran konseptual layanan pendidikan khusus dimaknai sebagai layanan pendidikan yang memperhatikan kemampuan, karakteristik  dan kebutuhan dari ketunaan atau gangguan tiap-tiap anak yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan bakat kemanusiaan yang mereka miliki secara sempurna dan dapat berkembang secara optimal.
Pemerintah telah menjamin pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) tersebut dalam Undang-Undang, agar mendapatkan layanan pendidikan layaknya anak normal lain dan memberikan kesamaan hak dalam memperoleh layanan pendidikan yang layak bagi anak berkebutuhan khusus. Secara yuridis hal itu dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 pasal 32 disebutkan bahwa “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental dan sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat berbentuk dalam sekolah normal (reguler) dengan perlakukan khusus, sekolah luar biasa (khusus bagi anak yang menyandang handicap), sekolah unggulan (bagi anak gifted), sekolah terpadu (mainstreaming), sekolah inklusif (inclusive school), kelas khusus di sekolah biasa bersama guru PLB (self-contained class), sekolah luar biasa tanpa asrama (special day school), pusat terapi terpadu (integrated terapy center), sekolah luar biasa berasrama (residential school).
Pentingnya pemberian layanan pendidikan khusus bagi anak berkebutuahn khusus (ABK) adalah pertama, manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda (individual differences), memiliki kapasitas intelektual, sosial, suku, ras dan agama yang berbeda, sehingga memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik, dan kebutuhannya. Kedua, potensi dan bakat siswa akan berkembang optimal dengan adanya layanan pendidikan khusus. Ketiga, siswa anak berkebutuhan khusus akan terbantu melakukan kemandirian dan adaptasi sosial dalam komunitasnya. Keempat, meningkatkan kualitas taraf hidup masyarakat dalam tatanan pembangunan manusia seutuhnya.
Dalam implementasinya layanan pendidikan khusus sudah harus dapat diakses dan diperoleh bagi semua kalangan masyarakat baik dipedesaan maupun diperkotaan, baik bagi kalangan kaya maupun bagi kalangan miskin. Selain itu, setiap sekolah reguler harus berani memberikan ruang dan tempat bagi anak berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan bersama anak-anak normal, bukan sebaliknya justru aksesnya tertutup bagi kalangan tertentu dan menjadi ajang komersialisasi pendidikan.
Menghadapi masalah itu, bagi pemerintah perlu memberikan akses dalam bentuk penyiapan dan pengembangan sumber daya manusia (guru) yang kompeten untuk menangani anak berkebutuhan khusus. Upaya itu dapat dilakukan melalui pemberian tugas belajar pada guru, workshop dan diskusi dengan pihak-pihak terkait seperti psikolog, terapis, dokter dan komunitas civil society yang peduli pada permasalahan anak.
Selain daripada upaya tersebut juga dibutuhkan adanya sinergi bersama antar stakeholders dalam penanganan masalah anak berkebutuhan melalui kegiatan promotif, rehabilitatif dan edukatif. Kegiatan promotif dilakukan dalam bentuk kampanye dan penyuluhan pada masyarakat agar memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang anak berkebutuhan khusus serta mampu mengembangkan sikap empati untuk menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus. Kegiatan rehabilitatif diberikan pada anak penyandang berkebutuhan khusus agar anak mampu dan dapat tumbuh kembang secara lebih baik sesuai dengan perkembangan anak pada umumnya. Sedang kegiatan edukatif dilakukan untuk membantu mengembangkan potensi, minat dan bakat yang di miliki anak berkebutuhan khusus. Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian kasih sayang yang tulus pada anak berkebutuhan khusus dari orang terdekat seperti orang tua, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Itulah modal dasar dalam penanganan anak berebutuhan khusus.
Dengan pemberian layanan pendidikan khusus, upaya sistematis dan sinergi bersama dari semua pihak dan pemberian kasih sayang bagi anak berkebutuhan khusus, setidaknya dapat memberikan bantuan dan konstribusi untuk pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus secara lebih baik serta pengembangan adaptasi sosial dalam diri untuk masa depan secara lebih mandiri. Upaya itulah sebagai bentuk artikulasi dari empat pilar pendidikan yang dikeluarkan UNESCO yaitu learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together.!

Tidak ada komentar: